Kemarahan Warga Lebanon Membara, Terkuak Fakta Baru Ledakan Dahsyat di Beirut

6 Agustus 2020, 21:52 WIB
Korban ledakan di Lebanon saat berada di salah satu rumah sakit.* /Timour Azhari/Al Jazeera/

BERITA DIY - Investigasi masih dilakukan oleh pemerintah Lebanon setelah kejadian ledakan dahsyat di sebuah pelabuhan di Beirut, Selasa 4 Agustus 2020.

Kejadian ledakan dahsyat itu menewaskan sedikitnya 135 orang dan 5.000 orang mengalami luka-luka.

Baca Juga: Youtuber Turah Parthayana Dituding Lakukan Pelecehan Seksual, Manajer Tidak Menyangkal

Kasus ledakan di Lebanon ini dikonfirmasi oleh pemerintah setempat disebabkan oleh bahan peledak yang disimpan di sebuah gedung.

Tak tanggung-tanggung, pemerintah Lebanon melalui Gubernur Beirut Marwan About menyebut 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan di pelabuhan tersebut.

Baca Juga: Viral Video Pengantin Lakoni Sesi Foto Sesaat Sebelum Ledakan di Beirut Lebanon

Pemerintah Lebanon memastikan dalam waktu cepat akan menangkap dan menahan orang yang bertanggung jawab atas ledakan nahas itu.

Namun di tengah investigasi yang dilakukan, terdapat fakta baru yang membuat kemarahan masyarakat Lebanon membara.

Baca Juga: Penimbunan 2.750 Ton Amonium Nitrat Terkait dengan Ledakan Besar di Beirut Lebanon

Fakta itu adalah bahwa pemerintah Lebanon telah mengetahui bahwa bahan peledak itu telah disimpan lebih dari enam tahun lalu.

Kemarahan masyarakat Lebanon itu dicurahkan dan trending di berbagai platform media sosial dengan hashtag #tutupmulut.

Baca Juga: Ledakan Besar Terjadi di Beirut Lebanon, Rumah Mantan Perdana Menteri Rusak

Ketika kisruh siapa yang harus bertanggung jawab dengan ledakan ini, sejumlah pihak justru seolah tak mau disalahkan.

Seperti Menteri Pekerjaan Umum Michel Najjar mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia hanya mengetahui keberadaan bahan peledak yang disimpan di pelabuhan Beirut 11 hari sebelum ledakan.

Baca Juga: Sudah Menyebar, Pejabat China Ingatkan Ada Penyakit Jauh Lebih Mematikan dari Covid-19

Dia mengetahui adanya bahan peledak di pelabuhan melalui laporan yang diberikan kepadanya oleh Dewan Pertahanan Tinggi negara itu.

"Tidak ada menteri yang tahu apa yang ada di hanggar atau kontainer, dan bukan tugas saya untuk mengetahuinya," kata Najjar dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.

Baca Juga: Covid-19 ataukah Perilaku Konsumtif Yang Menyebabkan Indonesia Mengalami Resesi Ekonomi?

Setelah mengetahui adanya bahan peledak, sang Menteri mengatakan dia langsung menindaklanjuti masalah tersebut.

Tetapi pada akhir Juli, pemerintah Lebanon memberlakukan lockdown di tengah peningkatan cepat kasus Covid-19.

Baca Juga: Habisi 83 Perempuan dengan Mobil Dinas, Mantan Polisi Ini Berharap Dihukum Mati

Najjar akhirnya berbicara dengan manajer umum pelabuhan, Hasan Koraytem, pada hari Senin.

Dia meminta Koraytem untuk mengirimkan semua dokumentasi yang relevan, sehingga dia bisa "menyelidiki masalah ini."

Baca Juga: Pekerja Bergaji Di Bawah Rp 5 Juta Bakal Dapat Bantuan Rp 600 Ribu per Bulan, Ini Syaratnya

Sayangnya permintaan itu datang terlambat. Keesokan harinya, tepat setelah jam 6 sore sebuah gudang di pelabuhan meledak, menghancurkan pelabuhan dan menghancurkan sebagian besar kota Beirut.

Najjar juga mengaku bahwa dia telah mengirim setidaknya 18 surat permintaan kepada hakim setempat untuk memindahkan dan membuang bahan peledak sejak tahun 2014.

Baca Juga: Naik Rp 6.000, Harga Emas Antam Hari Ini Capai Rp 1,054 Juta per Gram

Najjar menolak untuk memberikan dokumen tersebut kepada Al Jazeera, dengan alasan penyelidikan berkelanjutan atas penyebab ledakan tersebut.

"Pengadilan tidak melakukan apa-apa. Itu kelalaian," katanya.

Baca Juga: Daftar Orang Terkaya di Indonesia dan Sumber Pendapatannya Terbaru 2020

Tetapi Nizar Saghieh, seorang ahli hukum Lebanon terkemuka, mengatakan yang bertanggung jawab atas ledakan ini adalah yang mengawasi pelabuhan tersebut.

"Tanggung jawab hukum utama di sini adalah pada mereka yang ditugaskan untuk mengawasi pelabuhan, otoritas pelabuhan dan kementerian pekerjaan umum, serta Bea Cukai Lebanon," paparnya.

"Jelas bukan hakim yang diminta untuk menemukan tempat yang aman untuk menyimpan barang-barang ini," katanya kepada Al Jazeera.(Pikiran Rakyat/Abdul Muhaemin)***

Editor: Resti Fitriyani

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler