Berita DIY - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 5 Oktober 2020 dalam Rapat Paripurna DPR secara resmi mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.
Pengesahan ini menuai banyak kontroversi di berbagai tempat dan kalangan masyarakat karena langkah pengesahan ini terbilang cukup terburu-buru dan mengabaikan opini rakyat terkait pasal-pasal omnibus law.
Sebagaimana diketahui, UU Cipta Kerja ditujukan untuk percepatan perbaikan ekonomi pasca pandemi Covid-19 dan untuk memuluskan jalan ekonomi investasi di Indonesia.
Meski demikian, pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja dinilai merugikan golongan pekerja dan menguntungkan para pemilik modal dan investor.
Baca Juga: Belum Lolos Kartu Prakerja? Kemnaker Luncurkan Program JPS Untuk Prakerja dan Pengangguran
Baca Juga: Lakukan Ini dan Dapatkan Token Listrik Gratis untuk Oktober 2020 dari PLN, Melalui WA dan Website
UU Cipta Kerja disetujui oleh tujuh fraksi, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara pihak fraksi yang menolak adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.
Berikut pokok-pokok kontroversial UU Cipta Kerja: