Pancasila Sebagai Sistem Filsafat dan Refleksi Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan Beragama

- 16 April 2021, 18:51 WIB
Lambang Garuda Pancasila sebagai lambang Negara Indonesia.
Lambang Garuda Pancasila sebagai lambang Negara Indonesia. /bpip.go.id

Sunda Wiwitan adalah kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda, diyakini sebagai agama bagi mereka dan menuntut adanya pencatatan agama Sunda Wiwitan di Kartu Tanda Penduduk atau KTP masing-masing masyarakat.

Baca Juga: Peraturan Keselamatan Pesepeda Resmi Terbit, Simak Sepeda Ideal Versi Permenhub Nomor 59 Tahun 2020

Masyarakat penganut Sunda Wiwitan kesusahan dalam mencatatkan agamanya, karena mereka hanya diwajibkan untuk memilih salah satu agama untuk dicatatkan dalam KTP. Namun hal itu tidak ingin mereka lakukan karena mereka hanya menginkan agama yang tertulis dalam identitas mereka adalah agama yang memang mereka anut yakni Sunda Wiwitan.

Meski pemerintah telah hadir dan mencoba menyelesaikan permasalahan demi mewujudkan keadilan masyarakat penghayat tersebut, namun rasa keadilan belum dapat ditegakkan secara penuh.

Hal ini dikarenakan definisi agama dan berketuhanan yang berbeda dari dua sisi yang saling berdiri sendiri. Penghayat Sunda Wiwitan yang meyakini Sunda Wiwitan sebagai agama bagi mereka, dan mayoritas masyarakat yang tidak mengakui keberadaan Sunda Wiwitan sebagai agama.

Baca Juga: Presiden Jokowi Cabut Izin Investasi Miras, Mahfud MD: Pemerintah Tak Alergi Kritik dan Saran

Diskriminasi juga dirasakan oleh penghayat Sunda Wiwitan meski pemerintah telah hadir sebagai jalan tengah, namun secara faktual masyarakat penghayat tidak dapat mencatatkan Sunda Wiwitan sebagai agamanya, melainkan hanya sebatas aliran kepercayaan.

Pencatatan hanya dilakukan di Dinas Kebudayaan seolah Sunda Wiwitan hanyalah warisan luhur dan suatu kebudayaan bagi masyarakat penghayat.

Hal ini bisa dikatakan suatu persebrangan dari amanah konstitusi pasal 29 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”.Masyarakat penghayat Sunda Wiwitan tidak mendapatkan kemerdekaan beragama dan beribadat yang diharapkan sesuai dengan amanat konstitusi.

Meski demikian, konsekuensi dari amanat konstitusi Pasal 29 ayat (2) menimbulkan penafsiran bahwa barang siapa yang menganut suatu agama selama diyakininya maka ia memiliki kemerdekaan untuk beribadat sesuai agama dan kepercayaannya.

Halaman:

Editor: Iman Fakhrudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x