"Kemudian ketiga, ada feedback dari publik dari yang ditawarkan publik cocok atau tidak, kemudian kalau tidak cocok akan ada dialog.” sebut Firman.
Politisi yang sudah ‘terjun’ di media sosial harus menyelaraskan citranya. Politisi yang tampil ciamik, ramah, humoris di media sosial, harus bersikap yang sama saat ditemui secara langsung.
“ Ada teori dramaturgi, kita atur panggung depan dan panggung belakang. Katakan panggung depan adalah media sosial, maka di panggung depan ingin tampil sempurna, ideal. Publik harus diberi juga tampilan di belakang panggung.” kata Firman.
Baca Juga: Puan Maharani Didoakan Jadi Presiden Saat Resmikan Proyek Air Bersih di Wonogiri Jawa Tengah
Tampilan dibelakang panggung kata dia, adalah keseharian tokoh tersebut. Apakah dia memang ramah, mau menjawab pertanyaan dan tidak anti terhadap kritik.
“ Jadi apa yang disajikan di media sosial idealnya tidak terlalu berbeda dengan di dunia nyatanya. “ kata Firman.
Untuk mengisi kanal-kanal media sosial, politisi dan timnya perlu kreatif. Konten yang kreatif adalah kunci.
"Tergantung konten menarik atau tidak. Apakah topiknya sesuai dengan topik yang disukai masyarakat, apakah pesan komunikasinya mudah dipahami oleh masyarakat pengguna media sosial. “ kata Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas.
Konten yang bagus, entah itu video, teks maupun meme, menarik perhatian masyarakat.