Sejarah Perang Jawa Upaya Pangeran Diponegoro Melawan Penjajahan Belanda di Tanah Jawa

- 6 Juni 2022, 16:49 WIB
Sejarah Perang Jawa yang merupakan upaya Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda di Tanah Jawa.
Sejarah Perang Jawa yang merupakan upaya Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda di Tanah Jawa. /Tangkapan layar: Buku Sejarah Kelas 11 SMA Kemendikbud

BERITA DIY - Berikut sejarah Perang Jawa yang menjadi upaya Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda di Tanah Jawa.

Perang Jawa atau Perang Diponegoro menjadi salah satu perlawanan terhadap penjajahan Belanda yang tebesar dan berlangsung lama.

Dikutip dari situs ditsmp.kemendikbud, Perang Jawa terjadi pada tahun 1825-1830 dengan korban 200.000 jiwa penduduk Jawam 8.000 tentara Belanda, dan 7.000 serdadu pribumi.

Baca Juga: Berikut Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Lengkap: Mulai Sejarah, Alasan, Tujuan, dan Dampak yang Ditimbulkan

Selain perang melawan penjajahan Belanda, Perang Jawa juga merupakan perang antara Pangeran Diponegoro dengan pihak kraton yang memihak Belanda. Perang Diponegoro juga sering disebut dengan perang saudara.

Perang Jawa terjadi karena Pangeran Diponegoro tidak menyetujui campur tangan penjajahan Belanda dalam urusan kerajaan.

Selain itu, sejak tahun 1821 para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh penjajahan Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman.
Pada tanggal 6 Mei 1823 Van der Capellen mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa semua tanah yang disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib dikembalikan kepada pemiliknya per 31 Januari 1824. Namun, pemilik lahan diwajibkan memberikan kompensasi kepada penyewa lahan Eropa.

Pangeran Diponegoro membulatkan tekad untuk melakukan perlawanan dengan membatalkan pajak agar para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan makanan.

Baca Juga: Pengertian Hukum Syariat Menurut Al Quran Surat Al Ankabut Ayat 45 serta Contoh dan Macam-macam Hukum Syariat

Kekecewaan Pangeran Diponegoro terhadap penjajahan Belanda juga semakin memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Pangeran Diponegoro kemudian bertekad melawan Belanda dan menyatakan sikap perang.

Pada hari Rabu, 20 Juli 1825, pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo sebelum perang pecah.

Meskipun kediaman Panegarn Diponegoro jatuh dan dibakar, dia dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos karena lebih mengenal medan di Tegalrejo.

Pangeran Diponegoro beserta keluarga dan pasukannya bergerak ke barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga keesokan harinya tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul.

Baca Juga: Perbedaan Warna Bendera Indonesia dan Monaco, Bendera Negara Mana Saja yang Mirip Indonesia?

Pangeran Diponegoro kemudian pindah ke Selarong, sebuah daerah berbukit-bukit yang dijadikan markas besarnya. Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya.

Pangeran Diponegoro menempati goa sebelah barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaannya, sedangkan Raden Ayu Retnaningsih dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.

Penyerangan di Tegalrejo memulai Perang Diponegoro atau Perang Jawa yang berlangsung selama lima tahun. Pangeran Diponegoro memimpin masyarakat Jawa, dari kalangan petani hingga golongan priyayi yang menyumbangkan uang dan barang-barang berharga lainnya sebagai dana perang, dengan semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati” yang berarti “sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati”.

Sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro. Bahkan Pangeran Diponegoro juga berhasil memobilisasi para bandit profesional yang sebelumnya ditakuti oleh penduduk pedesaan, meskipun hal ini menjadi kontroversi tersendiri.

Baca Juga: 15 Simbol Flowchart: Pengertian, Fungsi, Jenis dan Contohnya Sesuai Standar ANSI

Perjuangan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa dibantu Kyai Mojo yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Dalam Perang Jawa Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubuwono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.

Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Pangeran Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Pangeran Diponegoro terjepit.

Pada tahun 1829, Kyai Mojo, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utama Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada Belanda.

Baca Juga: Apa Itu Wakaf? Simak, Jenis, dan Syarat Melakukan Wakaf, dan Dasar Hukum 4 Madzhab

Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Pangeran Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan.

Pangeran Diponegoro pun ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.

Setelah Perang Diponegoro, pada tahun 1832 seluruh raja dan bupati di Jawa tunduk menyerah kepada Belanda kecuali bupati Ponorogo Warok Brotodiningrat III yang justru hendak menyerang seluruh kantor Belanda yang berada di kota-kota karesidenan Madiun dan di jawa tengah seperti Wonogiri, karanganyar yang banyak dihuni oleh Warok.

Baca Juga: Pengertian Guru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu dalam Tembang Macapat Jawa serta Contohnya

Demikian sejarah Perang Jawa yang menjadi upaya Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda di Tanah Jawa.***

Editor: Bagus Aryo Wicaksono


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah