Tetapi, partisipasi bangsa Indonesia yang bergabung dengan kekuatan TNI bersama sumberdaya nasional mampu menahan gempuran dari Belanda.
TNI terjun ke dunia politik saat Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer. Meski pada awalnya politisi ikut campur tangan ke internal TNI, namun TNI juga berhasil mendiirikan partai politik Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI).
Pemberontakan dalam negeri terus saja terjadi, seperti Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil/APRA di Bandung tahun 1950, Pemberontakan Andi Azis di Makassar, Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dll.
Puncaknya adalah pada tahun 1965, di mana PKI mencoba melancarkan kudeta terhadap pemerintah pada tanggal 30 September 1965 atau dikenal dengan peristiwa G30S PKI.
Baca Juga: Sejarah dan Dalang G30S, Simak Alasan Mengapa PKI Membunuh Para Jenderal
Percobaan penculikan hingga pembunuhan harus menelan beberapa jenderal akibat G30S, yaitu Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Raden Suprapto, Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono, Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan, Birgjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, Lettu Pierre Andreas Tendean.
Meski Indonesia harus kehilangan pahlawan revolusi, PKI gagal melakukan kudeta dan tidak berhasil mengubah tatanan kehidupan bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
TNI berhasil melaksanakan tugasnya pada bidang hankam (pertahanan dan keamanan) dan sebagai kekuatan sospol (sosial politik) saat situasi kritis.