“Sekitar 60 persen market kami di Amerika Serikat, 30 persen di Eropa dan sisanya di Asia termasuk pasar dalam negeri,” ujarnya.
Aneka produk kerajinan tersebut dijual mulai dari USD 2,5 hingga USD 100 atau berkisar Rp35.600 hingga Rp1,4 juta per-produk.
Dalam kondisi normal, Ayu biasanya mampu mengekspor sebanyak 30-100 kontainer dan meraup omset hingga USD 50 ribu atau setara Rp710 juta per semester.
Bisnis skala UKM yang dijalankan Ayu banyak mempekerjakan perempuan. Ini bukan tanpa maksud.
Pasalnya, di daerahnya di Kelurahan Abianbase, Gianyar, Bali, banyak perempuan yang sudah berkeluarga tetapi kesulitan mendapatkan pekerjaan. Dia pun memutuskan memberdayakan perempuan setempat, terutama dalam proses pengemasan.
Namun, pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia telah memberi dampak signifikan pada usaha skala UMKM, termasuk “Bali Bakti Anggara”.
Akibat permintaan pasar yang lesu terdampak pandemi, Ayu harus melakukan sejumlah penyesuaian, termasuk jumlah pekerja. Saat ini, dia hanya bisa mempekerjakan sekitar 23 orang, di mana 12 orang di antaranya merupakan pekerja perempuan.
Perempuan berusia 49 tahun ini mengaku pernah mengalami masa sulit. Saat itu pada pada 2012 lalu, usahanya terimbas perubahan tren di masyarakat.