Kita sering berbicara tentang akhlak yang mulia. Tapi, terkadang kita tidak tahu apa bentuk akhlak mulia itu. Sebagian orang mengartikan akhlak mulia dan amalan yang paling utama hanya dalam tataran suka menolong, meringankan beban orang lain, atau hal semisal itu. Kalau hanya demikian, sempit sekali cakupan akhlak mulia itu.
Seorang tabi’ tabi’in yang mulia, Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah pernah ditanya, “Jelaskan kepada kami tentang akhlak mulia dalam satu kalimat.” Beliau menjawab, “Tidak marah.”
Hadirin rohimakumulloh
Tidak marah atau tidak mudah marah merupakan amalan yang di dalamnya terkandung banyak akhlak mulia. Seperti: Memiliki pribadi yang mulia. Tenang. Memiliki rasa malu. Rendah hati. Tidak menyakiti orang. Pemaaf. Pribadi yang hangat. Dan lain-lain.
Sedangkan mudah marah mengumpulkan banyak kejelekan. Bahkan marah bisa menimbulkan dosa lain yang lebih besar. Seperti perkelahian sampai akhirnya terjadi pembunuhan.
Karena itu, agama kita menuntunkan agar seseorang mampu menahan amarah. Rasulullah SAW bersabda:
وَمَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ، وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ، مَلأَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَلْبَهُ أَمْنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ
“Barangsiapa yang meninggalkan amarahnya, niscaya Allah akan tutup aurat (kesalahan)-nya. Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melakukannya, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan memenuhi hatinya dengan rasa aman pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Asakir).