Pihak Muhammadiyah, Prof H Lincolin Arsyad selaku Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga menerangkan bahwa pasal 5 Permendikbud Ristek Nomor 30 tersebut memiliki makna terhadap legalnya perbuatan seks bebas dan asusila.
“Rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam pasal 5 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual tidak lagi berdasar nilai agama dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi persetujuan dari para pihak. Hal ini berimplikasi selama tidak ada pemaksaan, penyimpangan tersebut menjadi benar dan dibenarkan, meski pun dilakukan di luar pernikahan yang sah,” jelas Prof H Lincolin Arsyad sebagaimana dilansir dari ANTARA NEWS pada Senin, 8 November 2021.
Adapun isi dari pasal 5 pada Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tersebut yaitu mengatur sejumlah kekerasan seksual baik secara verbal, nonfisik, fisik, dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Baca Juga: Peraturan Keselamatan Pesepeda Resmi Terbit, Simak Sepeda Ideal Versi Permenhub Nomor 59 Tahun 2020
Pasal 5 ayat (2) Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021
Pasal lima ayat dua menjabarkan apa saja kekerasan seksual yang dimaksudkan pada ayat satu, mulai dari verbal, fisik, atau nonfisik.
Pada Permendikbud Ristek Nomor 30 yang selanjutnya disingkat menjadi PPKS tersebut tidak hanya menekankan kemungkinan kekerasan seksual yang terjadi pada mahasiswa, namun pada pendidik, hingga tenaga kependidikan.
Menanggapi terkait banyaknya kontroversi terkait PPKS, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makariem menjelaskan bahwa adanya Permendikbud Ristek Nomor 30 tersebut untuk mencegah dan mengurangi adanya kerugian dari kekerasan seksual.
Baca Juga: Menyalip Kendaraan Lain Ada Ketentuannya, Kapan dan Bagaimana Cara Menyalip yang Benar?
Pasal 1 ayat (14) Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021