Kuasai Afghanistan, Siapa dan Bagaimana Sejarah Taliban? Hingga Menjadi Label Dalih Pecat Pegawai KPK

16 Agustus 2021, 16:37 WIB
Adapun ideologi yang dianut kelompok Taliban di Afghanistan adalah hukum syariah Islam yang ketat, menurut versi mereka. Perempuan sebagian besar dilarang bekerja atau belajar, dan dikurung di rumah mereka dengan didampingi oleh wali laki-laki yang sedarah. /REUTERS/Parwiz Parwiz

BERITA DIY - Kelompok Taliban menguasai negara Afghanistan sejak Minggu, 15 Agustus 2021. Dari linimasa media sosial, tampak situasi mencekam di daerah Timur Tengah tersebut.

Sehingga, "Taliban" dan "Afghanistan" menjadi trending topik di Twitter Indonesia pada Senin, 16 Agustus 2021 dengan jutaan kicauan.

Kekuasaan Taliban ini bahkan membuat Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dilaporkan melarikan diri ke luar negeri.

Baca Juga: Bawa-bawa Taliban dan Kristen, Natalius Pigai Sebut Penetapan KKB Papua sebagai Teroris: Tanda Indonesia Bubar

Dilansir dari AP NEWS, kelompok Taliban bersenjata telah menngepung daerah Kabul, ibu kota Afghanistan sampai masuk dan mengamankan istana presiden.

Adapun sumber dari kelompok Taliban bernama Suhail Shaheen menjelaskan jika tujuan dari kelompok mereka adalah membentuk “pemerintahan Islam yang terbuka dan inklusif.”

Warga Kabul pun berdoyong-doyonng meninggalkan Afghanistan. Mereka tampak mengantre di mesin ATM untuk menarik tabungan.

Baca Juga: Apa Itu HAM? Ini Penjelasan dan 5 Contoh Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Untuk warga dari kalangan miskin, dilaporkan bermukim di taman dan ruang terbuka di seluruh kota Kabul. Taliban mengklaim akan melakukan transisi pemerintahan secara damai.

Sejarah Taliban

Dilansir dari REUTERS, Kata "Taliban" dibukil dari bahasa Phasto yang berarti "pelajar". Hal ini merujuk pada anggota kelompok yang pernah belajar di bawah Mullah Omar.

Mullah Omar sendiri merupakan pendiri Taliban dan menjadi komandan pasukan mujahidin untuk mendorong Uni Soviet keluar dari Afghanistan pada 1989.

Baca Juga: Jokowi Tak Setuju Novel Baswedan dkk Dipecat KPK: Perbaiki Melalui Pendidikan Kedinasan Wawasan Kebangsaan

Lantas, pada 1994 lahirlah kelompok Taliban setelah adanya ketidakstabilan ekonomi dan politik paska angkat kakinya Uni Soviet dari Afghanistan.

Kelompok bernama Taliban ini mengikrarkan untuk memerangi korupsi, memulihkan perdamaian dan menegakkan hukum Islam versi mereka di Afghanistan.

Taliban melebur ke daerah-daerah pedesaan, di mana mereka memulai pemberontakan selama 20 tahun melawan pemerintah Afghanistan dan sekutu Baratnya.

Baca Juga: Apa Itu HAM? Ini Penjelasan dan 5 Contoh Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pendiri dan pemimpin asli Taliban adalah Mullah Mohammad Omar, yang bersembunyi setelah Taliban digulingkan. Pada tahun 2013 Mullah dilaporkan meninggal, setelah dikonfirmasi oleh putranya.

Adapun ideologi yang dianut kelompok Taliban adalah hukum syariah Islam yang ketat, menurut versi mereka. Perempuan sebagian besar dilarang bekerja atau belajar, dan dikurung di rumah mereka dengan didampingi oleh wali laki-laki yang sedarah.

Eksekusi publik dan pencambukan adalah hal biasa, film dan buku Barat dilarang, dan artefak budaya yang dianggap menghujat di bawah Islam dihancurkan.

Baca Juga: Bawa-bawa Taliban dan Kristen, Natalius Pigai Sebut Penetapan KKB Papua sebagai Teroris: Tanda Indonesia Bubar

Pengakuan internasional atas Taliban

Hanya empat negara, termasuk tetangga Pakistan, yang mengakui pemerintahan Taliban saat berkuasa.

Amerika Serikat dan PBB memberlakukan sanksi terhadap Taliban, dan sebagian besar negara menunjukkan tanda untuk tidak mengakui kelompok Taliban secara diplomatis, bahkan ada yang menganggap Taliban sebagai kelompok teroris.

Adapun Cina, dikutip dari REUTERS, mulai terbuka bahwa mereka mungkin mengakui Taliban sebagai rezim yang sah.

Meski begitu, lebih dari 60 negara mengeluarkan pernyataan bersama yang disebarkan oleh Departemen Luar Negeri AS. Isi dari pernyataan bersama tersebut adalah agar setiap individu manusia di Afghanistan mendapat perlindungan, keamanan, dan ketertiban sipil.

Ke-60 negara itu juga mengatakan bahwa jalan, bandara dan penyeberangan perbatasan harus tetap dibuka dan menjaga seluruh ketenangan masyarakat.

Baca Juga: Jokowi Tak Setuju Novel Baswedan dkk Dipecat KPK: Perbaiki Melalui Pendidikan Kedinasan Wawasan Kebangsaan

Label Taliban dalam pemecatan pegawai KPK

Belum lama di Indonesia, label kelompok Taliban disematkan oleh sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat proses tes wawasan kebangsaan (TWK).

Label Taliban yang disematkan saat proses TWK tersebut membuat sejumlah 75 pegawai KPK dinyatakan tak lolos TWK. Berdasarkan nama-nama yang beredar, mereka adalah penyelidik dan penyidik kasus-kasus korupsi besar.

Dari 75 pegawai yang tak lolos TWK, ada yang pernah mengkritik pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri dan menentang revisi UU KPK.

Baca Juga: Apa Itu HAM? Ini Penjelasan dan 5 Contoh Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Lantas, 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK dipecat, sedangkan sisanya akan dibina.

Menanggapi pelabelan Taliban oleh tim uji TWK kepada 75 pegawai KPK dan disertai pemecatan, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mendesak kembalikan status 75 pegawai tersebut dalam konferensi pers daring, Senin, 16 Agustus 2021.

“Proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui asesmen TWK yang pelantikannya tanggal 1 Juni 2021, diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan background tertentu khususnya mereka yang distigma atau dilabeli sebutan Taliban,” kata Anam.

Baca Juga: Jokowi Tak Setuju Novel Baswedan dkk Dipecat KPK: Perbaiki Melalui Pendidikan Kedinasan Wawasan Kebangsaan

Diduga, ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi saat tes TWK dilakukan. Para pegawai KPK yang tak lolos TWK ini mempersoalkan dasar hukum TWK yang hanya diatur melalui peraturan KPK.

Selain itu, sejumlah pertanyaan TWK dianggap melecehkan dan melanggar privasi warga negara.

Komnas HAM mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil alih seluruh proses penyelenggaraan TWK KPK yang menyebabkan 75 pegawai dinonaktifkan.***

Editor: Arfrian Rahmanta

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler