Hukum Menukarkan Uang dengan Upah Tambahan saat Lebaran Idul Fitri, Riba atau Tidak?

10 Mei 2021, 12:18 WIB
Ilustrasi pecahan mata uang rupiah. /Bank Indonesia/bi.go.id

BERITA DIY - Hukum menukarkan uang dengan upah tambahan saat lebaran. Lebaran idul fitri di masyarakat Indonesia biasanya dilengkapi dengan tradisi bagi-bagi angpao untuk anak-anak dengan tujuan berbagi rezeki baik kepada sanak saudara ataupun tetangga.

Tradisi bagi-bagi angpao saat lebaran idul fitri ini menyebabkan maraknya jasa penukaran uang yang berada di pinggiran jalan agar masyarakat tidak perlu antri panjang di bank.

Biasanya, para penyedia jasa penukaran uang ini akan mengambil upah dari penukaran uang, sebagai contoh apabila sesorang hendak menukarkan uang Rp200.000 maka biaya yang harus dibayarkan adalah Rp215 ribu.

Baca Juga: Hukum Muntah Saat Puasa, Bisa Batal dan Bisa Tidak? Simak Penjelasannya

Penyedia jasa akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp15 ribu dari penukaran uang yang dilakukan, adanya keuntungan dari penukaran uang ini menimbulkan pertanyaan apakah jenis usaha penukaran uang ini riba atau tidak.

Apabila mendasarkan hadis dari Abu Said al-Khudri RA., Rasulullah SAW bersabda:

"Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya'ir (gandum kasar) ditukar dengan sya'ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, takaran atau timbangan harus sama dan dibayar tunai. Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa." (HR. Ahmad 11466 dan Muslim 4148).

Baca Juga: Hukum Muntah Saat Puasa, Bisa Batal dan Bisa Tidak? Simak Penjelasannya

Berdasarkan hadis tersebut, segala transaksi yang menambah atau meminta tambahan dari jumlah takaran atau timbangan maka transaksi jasa penukaran uang adalah riba dan penyedia jasa ataupun penukar mendapatkan dosa dari riba.

Adapun, menurut fatwa Dewan Syari'ah Nasional Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002, transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh, namun harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  • Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
  • Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
  • Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh).
  • Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

Baca Juga: Hukum Memotong Kuku Tangan dan Kaki Saat Puasa Ramadhan, Batal atau Tidak?

Pendapat berbeda ditawarkan oleh Muflihatul Bariroh dalam jurnal Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri (2016) yang menyebutkan bahwa untuk menghindari transaksi yang terlarang dari riba maka dapat menggunakan akad ijarah.

Ikad ijarah merupakan akad transaksi yang mendagangkan manfaat, baik manfaat dari suatu benda maupun jasa sehingga yang dibayarkan pada penukaran uang di pinggir jalan adalah jasa, bukan pada barangnya yakni uang.

Itu tadi hukum menukarkan uang dengan upah tambahan saat lebaran idul fitri.***

Editor: Muhammad Suria

Tags

Terkini

Terpopuler