Menimba Ilmu ke Mekah
Pada tahun 1892 tepatnya pada usia 21 tahun, KH Hasyim Asy'ari menimba ilmu ke Mekah dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi.
Saat di Makkah KH Hasyim Asy'ari juga belajar di bawah bimbinga Syaikh Mafudz dari Termas (Pacitan) yang merupakan ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Sahih Bukhori di Makkah.
Hasyim Asy'ari juga mendapatkan ijazah langsung dari Syaikh Mafudz untuk mengajar Sahih Bukhari, di mana Syaikh Mahfudz merupakan pewaris terakhir dari pertalian penerima (isnad) hadis dari 23 generasi penerima karya ini.
Selain belajar hadis ia juga belajar tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Ilmu fiqih madzab Syafi'i juga ia pelajari di bawah asuhan Syaikh Ahmad Katib dari Minangkabau yang juga ahli dalam bidang astronomi (ilmu falak), matematika (ilmu hisab), dan aljabar.
Baca Juga: Putra Ulama Buya Arrazy Hasyim Tewas Tertembak Senpi Polisi, Ini Kronologinya
Mendirikan Pesantren Tebu Ireng
Sepulangnya dari Mekkah, Hasyim Asy'rai mendirikan Pondok Pesantren Tebu Ireng, yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20.
Kemudian pada 1926, KH Hasyim Asy’ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), yang memiliki arti kebangkitan ulama.