Kemendagri Diminta Terbitkan Aturan Teknis Pemilihan Pejabat Kepala Daerah agar Transparan

24 Mei 2022, 15:30 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani. Kemendagrri diminta terbitkan aturan teknis pemilihan pejabat kepala daerah agar transparan dan terbuka untuk publik. /PRMN/HO/DPR RI

BERITA DIY - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah untuk memilih penjabat kepala daerah secara selektif.

Iaa juga mengingatkan pemerintah untuk melibatkan partisipasi publik dalam melakukan proses pemilihan pejabat daerah dan melakukan seleksi secara transparan.

Proses penyaringan orang-orang yang nantinya akan memimpin suatu daerah ini harus dilakukan dengan menyesuaikan karakteristik daerah tersebut.

“Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur dan terbebas dari kepentingan politik,” ujar Puan.

Baca Juga: Ketua DPR RI Puan Maharani Apresiasi Capaian Indonesia yang Masuk 3 Besar SEA Games 2021

 Menurutnya, penting sekali bagi Pemerintah menetapkan Penjabat Kepala Daerah yang memahami kebutuhan sosial dan ekonomi di daerah yang akan dipimpinnya.

Sebelumnya Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah agar pemilihan penjabat kepala daerah dilakukan secara selektif. Puan meminta Pemerintah melakukan proses seleksi secara transparan dan terbuka bagi partisipasi publik.

“Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur dan terbebas dari kepentingan politik,” ujar Puan.

Puan berharap Pemerintah cermat dalam proses penyaringan dan menetapkan Pejabat Daerah dengan kemampuan yang sesuai dengan karakteristik daerah. Menurutnya, penting sekali bagi Pemerintah menetapkan Penjabat Kepala Daerah yang memahami kebutuhan sosial dan ekonomi di daerah yang akan dipimpinnya.

Baca Juga: Ketua DPR Minta RAPBN 2023 untuk Percepat Pemulihan Ekonomi dan Tetap Beri Bansos ke Warga Miskin

DIREKTUR Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman menilai penolakan beberapa gubernur untuk melantik penjabat bupati usulan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terjadi lantaran pemerintah pusat tak segera membuat aturan teknis mekanisme pemilihan penjabat kepala daerah.

"Menurut kami ini bersumber dari ketiadaan regulasi teknis sebagaimana yang diamanatkan putusan MK," terang Armand.

 

Menurut Armand, sampai hari ini pemerintah belum menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memandatkan pembentukan aturan teknis untuk pengisian penjabat kepala daerah.

"Berhadapan dengan situasi ini, KPPOD mendorong kepada pemerintah pusat untuk segera mengeluarkan regulasi itu. Apakah itu nanti permendagri atau lebih kuat lagi dalam peraturan pemerintah misalnya, tapi regulasi teknis itu harus ada," tegas Armand.

Baca Juga: Jokowi Bolehkan Lepas Masker di Luar Ruangan, Ketua DPR Minta Masyarakat Tidak Abai Prokes Lainnya

Armand menyarankan agar pemerintah mengambil langkah persuasif untuk menyelesaikan polemik penolakan gubernur melantik penjabat bupati. "Kita dorong pemerintah pusat untuk mengambil langkah persuasif karena memang kalau mengambil langkah tegas, yang menjadi pertanyaan, regulasi mana yang dirujuk," sambungnya.

Armand khawatir jika masalah tersebut tidak segera diselesaikan akan menjadi contoh bagi gubernur lain. "Karena yang kita khawatirkan nanti ke depan, ini bisa diambil contoh oleh gubernur-gubernur yang lain," tegasnya.

Hal senada diungkapkan Peneliti senior BRIN Siti Zuhro. Ia mengatakan, penolakan atas calon panjabat pilihan mendagri sudah diprediksi sebelumnya.

“Jangan sampai resistensi dari satu dua daerah akan menjadi resistensi secara kolektif. Ini artinya daerah sudah mulai berontak terhadap pemerintah pusat yang dianggap semena-mena. Seolah menafikan bagaimana demokrasi partisipatoris yang telah dilalui oleh mereka dengan susah payah, lalu rekrutmen pejabat bertahun-tahun atas nama mereka saja,“ ujar Siti.

Selain itu, dalam pemilihan Pj kepala daerah, pemerintah tidak memiliki payung hukum. “MK mintakan kemendagri untuk membuat aturan pelaksana untuk jadi rujukan, nah itu belum dibikin,” kata Zuhro. Pembentukan aturan teknis terkait pengisian Pj kepala daerah merupakan mandat dari putusan MK Nomor 67/PUU-XX/2022.

Baca Juga: Buka Masa Sidang DPR, Puan Soroti Masalah Hepatitis Akut, APBN 2023, Pemilu 2024, hingga Vaksin Booster

Pansel

Sementara itu, pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan mengungkapkan pelantikan penjabat bisa dilakukan oleh Mendagri ketika terjadi penolakan.

"Itu penyelesaiannya di dalam aturan-aturan di Kemendagri, UU, itu pelantikannya dapat dilakukan oleh Mendagri. Artinya supaya jangan ada kekosongan kekuasaan," ujar Djohermansyah.

Agas peristiwa serupa tidak terjadi lagi, Djohermansyah menyarankan agar dibuat panitia seleksi (pansel) tingkat provinsi atau pusat dengan melibatkan pihak independen, ahli, bahkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

"Supaya jangan terjadi lagi. Aturan main, regulasi dalam pengangkatan, penunjukan penjabat sebaiknya dilakukan secara terbuka, transparan, dan menggunakan prinsip demokrasi dalam konteks birokrasi," tambah Djohermansyah.

Baca Juga: Ketua DPR RI Puan Maharani Minta Pemerintah Segera Terbitkan Peraturan Turunan UU TPKS

Pansel itu akan merumuskan tiga nama yang dijaring lewat mekanisme lelang. Nama itu diumumkan pada publik dan juga dikonsultasikan pada pimpinan DPRD Provinsi untuk penjabat gubernur dan DPRD Kabupaten/Kota untuk bupati/walikota.

Kemudian juga disediakan waktu jeda untuk publik bisa memberi masukan terkait nama-nama tersebut. Barulah kemudian diserahkan pada pejabat yang berwenang untuk dipilih. Menurutnya, hal itu sesuai dengan mandat Mahkamah Konstitusi.

"Sesuai dengan pertimbangan MK yang baik itu. Pertimbangan MK itu baik. Jangan dilecehkan," pungkasnya.(*)

Editor: Iman Fakhrudin

Tags

Terkini

Terpopuler