Misalnya saat dipanggil oleh orang tua, suami, istri, atau siapapun yang baru dikenal dan ingin dihormati, jawaban yang lazim diucapkan adalah "Dalem."
Bukan hanya sebatas penghargaan, "Dalem" juga kerap dijadikan ungkapan yang sarat akan kasih sayang.
Seorang istri yang merespons suaminya dengan sebutan "Dalem Mas" atau "Dalem Sayang" tidak hanya menunjukkan hormat, tetapi juga melantunkan nuansa romantis dalam setiap katanya, memberikan kelembutan dalam setiap percakapan.
Kontras dengan itu, jika istri tersebut memilih untuk menjawab panggilan dengan "Nun" atau "Nyapo," terutama ketika suasana hati sedang tidak baik, konotasi yang dihadirkan bisa jadi bertolak belakang – kekurangan romantisisme dan penuh sentimen.
Membedah Lebih Dalam: "Ngoko" dan "Krama Alus"
Membedah lebih jauh, Bahasa Jawa memiliki dua varian utama, yakni "ngoko" dan "krama alus." Sementara "ngoko" biasanya digunakan untuk berkomunikasi dengan teman sebaya, "krama alus" digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang dihormati.
"Ngoko" merepresentasikan bentuk komunikasi yang lebih santai dan akrab, sedangkan "krama alus" mencerminkan rasa hormat dan penghormatan. Contoh konkretnya adalah penggunaan "Dalem" yang telah dijelaskan sebelumnya.
Bahkan dalam proses pengajaran kepada anak, "Dalem" memiliki peran. Orang tua sering merespons panggilan anak dengan kata "Dalem," bukan karena etika berbicara memerlukannya, tetapi sebagai bentuk latihan agar anak juga dapat merespon dengan menggunakan bahasa krama alus. Ini adalah cara halus untuk menanamkan rasa hormat pada mereka sejak dini.
"Dalem," dengan semua konteks dan nuansanya, menjadi bagian integral dalam komunikasi masyarakat Jawa, yang mengedepankan nilai-nilai hormat dan kasih sayang. Bukan hanya sekedar kata, "Dalem" menjadi jembatan yang menghubungkan komunikasi antargenerasi dan membantu melestarikan budaya yang kaya akan tata krama dan sopan santun.***