Sebelum mengalami letusan dahsyat pada Agustus 1883 lalu, sejumlah gempa bumi sempat dirasakan di Hindia Belanda (Indonesia) hingga Australia.
Pada 20 Mei 1883, Gunung Krakatau mulai melepaskan uap secara teratur di Pulai Perboewatan yang terletak di paling utara di Kepulauan Krakatau.
Selanjutnya Gunung Anak Krakatau melapaskan abu vulkanik hingga 6 km, bahkan suara letusan terdengar hingga Batavia (Jakarta) yang saat itu berjarak kurang lebih 160 km dari Krakatau.
Aktivitas vulkani Gunung Krakatau sempat menurun hingga akhir Mei 1883 dan tidak ada aktivitas lanjutan hingga beberapa minggu setelahnya.
Pada 16 Juni 1883, letusan kembali terjadi, kali ini menyebabkan pulai diselimuti awan hitam selama lima hari dan gelombang tinggi hingga Anyer, Jawa Barat.
Angin timur akhirnya membersihkan awan gelap tersebut pada 24 Juni 1883, namun justru gulungan awan hitam terlihat muncul yang diduga merupajkan ventilasi atau kawah baru dari Gunung Perboewatan dan Danan.
Letusan demi letusan terus meningkat hingga pada 25 Agustus 1883, dan puncaknya pada 26 Agustus 1883 pukul 13:00, abu hitam dengan tinggi 27 km muncul dan terus terdengar ledakan setiap sepuluh menit sekali.