Dikutip Berita DIY dari jatim.nu.or.id, berikut penjelasannya:
Umat Islam seharusnya menjaga kesakralan bulan suci ini dengan bersungguh-sungguh menjauhi setiap hal yang bisa merusak kesakralan Ramadhan.
Syekh Abdurrahman bin Qasim pernah menjelaskan dengan bentuk syair:
إِذا لم يَكنْ في السَّمْعِ مِنّي تَصامُمٌ # وفي بَصَرِي غَضٌّ وفي مَنْطِقي صَمْتُ
فحَظِّي إِذاً مِنْ صَوْمِيَ الجُوعُ والظَّمَا # فإِنْ قُلْت يوماً إِنَّنِي صُمْتُ ما صُمْتُ
Artinya :
Jika telingaku masih saja tanpa penjagaan (membiarkan mendengarkan sesuatu yang haram), dalam ucapanku tidak ada jeda (dari kesalahan), dan percakapanku tidak kudiamkan. Maka, bagiku dalam melakukan puasa hanyalah lapar dan dahaga, betapa pun aku berkata ‘aku puasa’, sejatinya aku belum puasa. (Syekh Abdurrahman bin Qasim, Lathaifur Ramadhan, halaman: 21).
Momentum pada bulan Ramadhan untuk meraih kebaikan terkadang masih dianggap sepele oleh banyak orang.
Dalam keadaan seperti ini, penting kiranya untuk merenungkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Ummi Hani’ binti Abi Thalib karramallahu wajhah dan dicatat Imam at-Thabrani dalam kitab Mu’jamus Shagir: