Menurut Piter, kebijakan larangan ekspor CPO sebelumnya cukup memberatkan petani sawit. Mereka terpaksa untuk menjual tandan buah segar (TBS) sawit dengan harga murah karena suplai berlimpah namun tidak didukung permintaan besar.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani juga telah mengingatkan bahwa kebijakan larangan ekspor produk CPO dan turunannya akan berdampak pada petani. Ia juga mengingatkan pemerintah agar membenahi seluruh tata niaga minyak goreng dari hulu sampai hilir.
"Pemerintah harus membenahi struktur pasar dan struktur industri minyak goreng, termasuk penguasaan dari hulu ke hilir. Hal itu dinilainya bisa menyelesaikan masalah minyak goreng ke depannya."
Dikelola Pemerintah
Sementara itu, Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal setuju dengan langkah pemerintah untuk mendistribusikan langsung minyak goreng ke masyarakat.
“Ketika kita berada dalam masa ad hoc sekarang, kita tidak bisa mengandalkan produsen, maka kita harus mengutamakan organ pemerintah, Bulog, BUMN ID food untuk bisa mengawal proses distribusi ke lapangan. Biar barangnya ada dan murah. “ sebut Eko Fithra saat dihubungi hari ini (23/5).
Baca Juga: Puan Minta Pemerintah Buat Aturan Turunan UU TPKS, Bisa Kolaborasi dengan Koalisi Masyarakat Sipil
Tata kelola minyak goreng di dalam negeri masih bermasalah. Pemerintah tidak punya kuasa yang besar, seperti pemerintah bisa mengontrol harga BBM. Dia mencontohkan, ketika bicara BBM itu kuasa supply dari hulu ke hilir kan dikuasai BUMN.
“Maka kita harus mampu duduk meniru proses itu. Karena semua proses dikelola oleh pemerintah.” sebut Fithra.