Pemerintah Harus Lindungi Rakyat dengan Bansos BLT jika Subsidi BBM Dikurangi

- 16 Agustus 2022, 21:01 WIB
Pemerintah diminta untuk memberikan bansos atau BLT jika menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi.
Pemerintah diminta untuk memberikan bansos atau BLT jika menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi. /Pexels/Chevanon Photography

BERITA DIY - Pemerintah diminta untuk memberikan bansos atau BLT jika menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi.

Sebagaimana diketahui, subsidi energi, khsusnya BBM ini adalah salah satu ebban yang ditanggung pemerintah.

Namun untuk melindungi perekonomian dari inflasi dan dampak buruk, pemerintah harus melakukan antisipasi.

Pemberian Bansos BLT dinilai terbukti efektif dan dapat dipertanggung jawabkan datanya.

Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mencontohkan, saat harga minyak goreng meroket, pemerintah dengan cepat menggelontorkan BLT. Kenaikan harga BBM nanti pasti akan mempengaruhi harga pangan, yang langsung terasa pada masyarakat rentan.

Baca Juga: Pemerintah Perlu Jaga Konsumsi Domestik untuk Tingkatkan Daya Beli untuk Kuatkan Ekonomi Nasional

“Sehingga kenaikan harga pangan terasa di masyarakat bawah, yang komponen dan proporsi belanja buat makanan tinggi yaitu 20 sampai 40%, itu perlu dilindungi, mekanisme BLT terbukti bisa didata dan dihitung,” ujar Berly hari ini (16/8).

‘Beban’ Subsidi BBM sudah sangat membebani APBN, padahal dampaknya tidak produktif.

“Subsidi BBM regresif ya, cenderung dinikmati yang semakin kaya, semakin banyak mobil, semakin banyak jalan. Sebelumnya, Pak Presiden Jokowi pada 2014 bisa menyampaikan kepada publik bahwa fungi dan dampak ke masyarakat lebih baik jika subsidi dipotong,” jelas Berly yang juga Dosen Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia ini.

Ini saatnya pemerintah untuk ‘taking the hard choice’.

“Dan menjelaskan ke masyarakat dan memitigasi dampak pada masyarakat, elemen yang paling rentan,” kata Berly.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengisyaratkan pemerintah akan mengkaji sistem penyaluran subsidi BBM dan opsi kenaikan harga BBM.

Baca Juga: Covid-19 Melandai dan Ekonomi Pulih, Pemerintah Diprediksi Bakal Siapkan Paket Kebijakan Baru

“Di tengah kenaikan harga-harga energi, Indonesia masih melakukan subsidi ataupun memanfaatkan kekuatan fiskal untuk menyerap sebagian daripada kenaikan harga pangan maupun energi. Sedangkan negara-negara lain melakukan “pass-through” yang berarti harga energi ditransmisikan kepada masyarakat,” ungkap Airlangga, yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.

Apalagi, lanjut Airlangga, perekonomian Indonesia terus menciptakan optimisme dan berhasil bertumbuh di atas 5% pada tiga kuartal terakhir.

Badan Pusat Statistik menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,44% (yoy) pada Q2 2022 merupakan pertumbuhan yang impresif.

Ia mengatakan capaian positif perekonomian Indonesia merupakan hasil dari kebijakan pemerintah dan didukung oleh inflasi yang terkendali.

Inflasi Indonesia per Juli 2022 tercatat 4,94%. Angka tersebut lebih baik dari Amerika Serikat yang mencapai 8,5%, Jerman 7,5%, dan Prancis yang mencapai 6,1%.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto mengungkapkan tren positif pemulihan ekonomi Indonesia tengah dihadapkan pada persoalan subsidi energi sebagai dampak dari gejolak ekonomi global. Oleh karenanya, evaluasi subsidi BBM layak dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi beban fiskal.

"Tren pemulihan ekonomi akan mengalami gangguan karena gejolak ekonomi global yang menuju resesi. Evaluasi subsidi BBM menurut saya layak dilakukan karena bisa mengurangi beban fiskal," terang Teguh.

Selain itu, dampak inflasi sudah cukup memberatkan masyarakat meski BBM belum naik. Hal itu bisa dilihat dari kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok di pasaran.

"Artinya, dari sisi perlindungan sosial atau bantalan sosial, walaupun belum ada evaluasi harga BBM, harga kebutuhan pokok sudah naik," tandasnya.

Baca Juga: Apa Itu Resesi yang Dihadapi Amerika? Dampak Resesi Ekonomi, Ini Cara Atur Keuangan Agar Siap Hadapi Resesi

Perlindungan sosial

Teguh menegaskan akan ada dampak negatif ketika subsidi dikurangi dan harga BBM semakin mahal. Pemerintah diminta untuk menyiapkan skema perlindungan sosial. Hal itu patut dilakukan untuk menjaga daya beli karena sebagian besar ekonomi Indonesia bergantung kepada konsumsi masyarakat, sekaligus untuk menjaga momentum positif pemulihan ekonomi Indonesia.

"Untuk menanggulangi dampak negatif maka pemerintah harus menyiapkan skema perlindungan sosial atau kompensasi kepada kelompok miskin dan rentan untuk pangan dan energi," lanjutnya.

Meski demikian, skema perlindungan sosial belum cukup mumpuni saat ini. Pemerintah diminta untuk meningkatkan besaran dana dan cakupan skema perlindungan sosial. "Masih belum cukup. Bisa ditingkatkan besaran nilainya dan cakupannya," tegas Teguh.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk melakukan pemutakhiran data terkait kelompok masyarakat terimbas. Karena dampak ekonomi kali ini bisa meluas.

"Bagaimana ini mempercepat pemutakhiran data, siapa yang berhak atau tidak. Artinya dampak ini tidak hanya di kelompok bawah," lanjutnya.

Selain pemutakhiran data, Teguh juga menyarankan pemerintah menyediakan mekanisme khusus untuk warga masyarakat mengajukan diri sebagai penerima bantuan sosial. Hal itu akan membantu penyaluran bantuan sosial lebih tepat sasaran dan jangkauan.

"Saya dari dulu mendorong ada mekanisme, misalnya on demand application untuk bantuan sosial. Artinya, orang yang benar-benar menderita belum terdaftar, diperkenankan mendaftar. Dari situ ada verifikasi," pungkasnya.(***)

Editor: Iman Fakhrudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x