Terdapat beberapa riwayat lainnya yang memiliki kandungan serupa yang menjelaskan mengenai hewan kurban menjadi tunganggan, namun dengan perbendaharaan kata berbeda.
Dari situ, Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwasa seluruh riwayat-riwayat yang ada itu dinilai lemah menurut para ulama pakar di bidang ahli hadis.
Bahkan tak dipungkiri sejumlah riwayat tersebut memiliki asal-usul yang tidak jelas dan lemah sehingga dapat diklasifikasikan dalam hadis palsu.
Kendati tergolong hadis lemah, para ulama melihat ada suatu hal baik dari hadis yang dipersoalkan tersebut.
“Boleh jadi, perkataan-perkataan ini sesungguhnya bukan ingin menunjukkan maksud denotasi atau wujud asli sebagai kendaraan, melainkan sebuah majas,” tutur Ustadz Adi Hidayat.
Cukup logis lantaran dalam Bahasa Arab umum digunakan ungkapan-ungkapan yang menggambarkan makna kiasan.
Maksud majas dari riwayat ini adalah semakin seseorang mencari atau memberikan hewan kurban yang gemuk, sehat, terawat maka pahala yang didapatkan semakin besar.
Ganjaran pahala dari hewan kurban yang disembelih ini yang mungkin kelak di akhirat akan memudahkan seseorang melewati jembatan sirath.
Hal ini juga seperti kejadian yang menimpa dua anak Nabi Adam AS, Qabil dan Habil yang mendapat perintah untuk berkurban.