Pada tahun 1942, Siti Latifah Herawati Diah kembali ke Indonesia dan mengambil pekerjaan sebagai wartawan lepas di kantor berita United Press International (UPI), menjadi penyiar radio di Hosokyoku, kemudian menikah dengan Burhanuddin Mohammad Diah (B.M Diah) pada 18 Agustus 1942. Kala itu, pernikahan keduanya bahkan dihadiri oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
Herawati Diah kemudian menjadi reporter di harian Merdeka, di mana harian ini juga didirikan oleh suaminya, B.M. Diah pada 1 Oktober 1945.
Melansir ANTARANEWS, Herawati Diah bahkan mengaku bangga kala itu, karena wawasannya menjadi sangat terbuka di tengah budaya perebutan kesetaraan gender laki – laki dan perempuan.
Pada 1955, Siti Latifah Herawati Diah melanjutkan untuk mendirikan The Indonesian Observe, koran Bahasa Inggris pertama di Indonesia dan diterbitkan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika, Bandung, pada tahun 1955.
Siti Latifah Herawati Diah juga ikut andil dalam Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), di mana ia adalah penerjemah teks Proklamasi Kemerdekaan (RI) sebelum disampaikan kepada para wartawan asing.
Uniknya, saat usianya sudah memasuki usia senja, Siti Latifah Herawati Diah masih aktif bermain bridge dua kali seminggu hingga turut serta dalam turnamen.
Baca Juga: Siapa yang Disebut Bangsa Rum, Bangsa yang akan Berkhianat dari Islam Kelak di Akhir Zaman
Herawati Dia menuturkan jika bermain bridge dapat mengasah kemampuan otak hingga menjegah pikun.
Pada 30 September 2016, Siti Latifah Herawati Diah meninggal dunia di usia 99 tahun dan dimakamkan di samping makam suaminya, B.M. Diah yang meninggal lebih dulu pada 1996.