Mengenal Novilia Sjafri, Perempuan di Balik Berjalannya Vaksinasi COVID-19 Indonesia

- 2 Maret 2021, 13:19 WIB
Kepala Divisi Surveilans dan Riset Klinis Bio Farma Dr Novilia Sjafri Bachtiar dr MKes
Kepala Divisi Surveilans dan Riset Klinis Bio Farma Dr Novilia Sjafri Bachtiar dr MKes /ANTARA/HO- dok pri

“Jadi memang tugasnya sedang berat-beratnya, kemarin BPOM sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau EUA, dan sekarang kami melakukan pemantauan di lapangan. Mulai dari pengiriman produknya hingga efek samping dari vaksin terutama yang terkait dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi,” ujar Novi saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

Pelaksanaan uji klinis kandidat vaksin COVID-19 harus memenuhi aspek ilmiah dan menjunjung tinggi etika penelitian sesuai dengan Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik.

Baca Juga: Daftar Lengkap Stasiun yang Menggunakan Tes GeNose C19 untuk Deteksi COVID-19, Biayanya Cuma Rp 20.000

Proses uji klinis suatu vaksin membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Novi menjelaskan paling tidak ada tiga tahap yang harus dilalui yakni fase pertama, kedua dan ketiga.

Fase pertama dilakukan dengan jumlah relawan yang sedikit. Jika fase pertama berjalan baik, maka dilanjutkan ke fase kedua. Nah, pada fase kedua uji klinis dilihat apakah terjadi kenaikan antibodi di dalam darah sebelum dan sesudah vaksinasi.

Untuk fase satu berlangsung paling lama selama enam bulan, sementara fase dua tergantung desain dan jumlah sukarelawannya.

“Biasanya berkisar delapan bulan hingga 1,5 tahun. Nah untuk fase tiga, jumlah sukarelawannya lebih besar lagi bisa ratusan hingga ribuan. Tujuannya untuk melihat keamanan dalam jumlah yang lebih luas dan mengukur efikasi (tingkat kemanjuran), membandingkan kejadian penyakit yang dicegah pada kelompok penerima vaksin dan yang tidak menerima vaksin,” terang lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran itu.

Baca Juga: Pencairan BPUM Disetop 3 Hari Lagi, Ini Tanda Jika Dapat BLT UMKM Rp 2,4 Juta

Untuk fase tiga, membutuhkan waktu hingga satu tahun dan melibatkan beberapa “center”. Namun dalam situasi pandemi ketiga fase dapat dilakukan secara berhimpitan, namun tetap berututan.

Perempuan kelahiran Pekanbaru tersebut, mengaku deg-degan kala memulai proses uji klinis vaksin baru. Tapi sebelum uji klinis, dipastikan dulu telah melewati tahap laboratorium, uji pre klinis, dan setelah dipastikan produknya bagus baru dilanjutkan ke tahap uji klinis pada manusia.

“Itu semua ada aturannya. Produk baru harus memenuhi persyaratannya. Kita juga tidak mau, kalau produknya tidak bagus. Jadi harus dipastikan aman dan imunogenik,” jelas Novi lagi.

Halaman:

Editor: Resti Fitriyani


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x