Mengenal Aktivis HAM Munir yang Dibunuh 7 September 2004, Ini Profil dan Perjalanannya

- 7 September 2020, 14:04 WIB
Munir salah satu pejuang HAM serta Kemanusiaan yang tewas karena diracun di dalam pesawat.
Munir salah satu pejuang HAM serta Kemanusiaan yang tewas karena diracun di dalam pesawat. /Galih Nur Wicaksono/ringtimesbali.pikiran-rakyat.com

BERITA DIY - Tanggal 7 September menjadi hari peringatan atas meninggalnya Munir Said Thalib, aktivis HAM Indonesia. Tepat 16 tahun lalu, pejuang HAM tersebut tewas dibunuh di pesawat terbang ketika hendak melanjutkan studi magisternya di Amsterdam, Belanda.

Hasil otopsi menyebutkan bahwa terdapat 465 miligram racun arsenik yang tercampur dalam darah Munir. Racun tersebut diduga masuk melalui minuman Munir di dalam pesawat. Meski sudah lebih dari satu dekade, kasus pembunuhan ini belum terungkap secara tuntas hingga saat ini.

Munir Said Thalib merupakan seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Pria kelahiran Malang, Jawa Timur ini menghabiskan masa kecilnya di Kota Batu. Ketika duduk bangku SD, ayah Munir meninggal dunia, sehingga dia pun harus membantu kakaknya dengan berjualan sepatu dan sandal.

Baca Juga: Merawat Ingatan dan Menolak Lupa Terhadap Sederet Tragedi HAM di Negeri Ini

Anak keenam dari tujuh bersaudara ini menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Selama berkuliah, dirinya dikenal aktif berorganisasi. Pria kelahiran 1965 tersebut pernah menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UB, anggota Forum Studi Mahasiswa, hingga anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Keterlibatan Munir dalam bidang hukum didasari oleh Bambang Sugianto, sosok demonstran yang sering mengajaknya debat. Kemudian, dirinya juga semakin tertarik menekuni dunia hukum setelah membaca buku tentang perjuangan nasib buruh.

Baca Juga: Profil Gideon Tengker, Ayah Nagita Slavina yang Lagi Viral Ternyata Musisi Legendaris

Pada 1990, dia memulai kariernya sebagai Ketua LBH Surabaya Pos Malang. Kemudian, ia pun menjabat sebagai Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya, Direktur LBH Semarang, hingga Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI.

Pada 1996, Munir menikah dengan seorang wanita bernama Suciwati. Awalnya, hubungan keduanya sulit mendapat pesertujuan dari keluarga. Sebab, Munir merupakan keturunan Arab, sementara Suciwati berdarah asli Jawa. Meski begitu, keduanya tetap berjuang hingga mendapatkan restu.

Baca Juga: Profil Gabriel Magalhaes, Kecil di Amerika Selatan hingga Jadi Rebutan Arsenal di Eropa

Di tahun yang sama, Munir dan Suciwati mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Lalu, ia juga membangun Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia.
Semasa hidupnya, Munir sudah menangani sejumlah kasus HAM.

Di antaranya kasus Araujo, Marsinah, Penasehat hukum Muhadi, hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa pada 1997 serta 1998, hingga penembakan mahasiswa dalam Tragedi Semanggi.

Keberanian Munir dalam memperjuangkan HAM meresahkan sejumlah pihak. Dia pun menjadi incaran beberapa pihak di masa Orde Baru. Hal ini terbukti dari ancaman pembunuhan yang sering didapatnya.

Baca Juga: Profil Aakar Abyasa, Bos Jouska yang Viral Diduga Ngamuk ke Klien

Pada 7 September 2004, Munir meninggal dunia dalam perjalanan menuju ke Amsterdam, Belanda. Sebelum meninggal, Munir beberapa kali mengeluh sakit perut, diare akut, hingga muntah-muntah.

Kala itu, seorang dokter dalam pesawat pun sempat mencoba menolong Munir. Sayangnya, aktivis tersebut menghembuskan napas terakhirnya dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.

Kini, setelah 16 tahun berlalu, kasus pembunuhan Munir belum menemukan titik terang. Meski begitu, Suciwati dan sejumlah aktivis HAM tak kunjung lelah memperjuangkan kasus tersebut. Mereka terus menuntut pemerintah untuk mengungkap sosok pembunuh Munir.***

Editor: Resti Fitriyani

Sumber: Berita DIY


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x