BERITA DIY - "Ku bisa tenggelam di lautan, ku bisa diracun di udara. Aku bisa terbunuh di trotoar jalan, tapi aku tak pernah mati, tak akan berhenti." Merupakan lirik dari lagu Di Udara milik Efek Rumah Kaca.
Representasi dari lagu ini sepertinya cukup jelas yakni menggambarkan sebuah kejadian pada 16 tahun silam atau tepatnya pada 7 September 2004. Sebuah tragedi pembunuhan yang menimpa seorang aktivis Kemanusiaan dan HAM yakni, Munir Said Thalib.
Dimana pada saat itu, Munir ditemukan tewas dan hasil pemeriksaan nya beliau tewas akibat dibunuh dengan cara diberi racun. Munir saat itu sedang di dalam perjalanannya menuju Belanda untuk melanjutkan studi S2 yang sangat berkaitan erat terhadap apa yang sedang diperjuangkan oleh Munir yakni Hak Asasi Manusia.
Baca Juga: Mengenang Munir, Menolak Lupa Atas Tragedi 7 September 2004
Walaupun pengadilan sudah menjatuhkan vonis hukuman terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto, akan tetapi sampai saat ini dalang pembunuhan Munir belum diketahui.
Munir memang dikenal sebagai martir gerakan HAM di Indonesia, hingga beberap kali Munir turun dalam membela dan memperjuangkan beberapa orang yang terancam Hak Asasi nya juga membela perjuangan buruh.
Dengan demikian, banyak sederet kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum tuntas dan dianggap main-main terhadap penyelidikan kasus nya. Antara lain,
Baca Juga: Info Lowker September 2020: Traveloka Buka Lowongan Kerja untuk Puluhan Posisi, Ini Daftar Lengkap