Koalisi Indonesia Bersatu Buka Peluang jika Demokrat Ingin Bergabung, Demi Kepentingan Bangsa

- 19 Agustus 2022, 19:30 WIB
Airlangga Hartarto resmi mendaftarkan parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu, 10 Agustus 2022.
Airlangga Hartarto resmi mendaftarkan parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu, 10 Agustus 2022. /dok. Golkar/

BERITA DIY - Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, sejumlah partai politik (parpol) sudah mulai ancang-ancang untuk memenangkan hati rakyat dan mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Salah satu caranya yakni dengan berkoalisi. Belakangan ini santer kabar bahwa Partai Demokrat membutuhkan koalisi besar untuk memenangkan pemilu dan menjalankan pemerintahan.

Tak bisa dipungkiri, sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo (Jokowi), partai pendukung pemerintahan selalu diisi banyak partai atau koalisi gemuk.

 

Menanggapi sinyal dari Demokrat ini, PAN, sebagai salah satu anggota KIB, menyetujui wacana koalisi besar dan mengajak Demokrat untuk bergabung bersama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan Golkar dan PPP.

Baca Juga: Partai Solidaritas Indonesia Berpotensi Gabung Koalisi Indonesia Bersatu Bersama Golkar, PAN, dan PPP

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai koalisi gemuk yang diinginkan KIB adalah suatu hal yang wajar mengingat KIB butuh masih dukungan dari partai lain.

"Saya melihatnya jika KIB ingin memperbanyak atau menambah koalisi dari partai-partai politik yang lain, maka itu hal yang wajar. Karena bagaimanapun KIB itu butuh support atau dukungan dari partai-partai yang lain," ujar Ujang.

Menurutnya, koalisi besar mempunyai kelebihan dalam menghadapi pertarungan Pilpres 2024. Selain menguntungkan bagi untuk tujuan pemenangan pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres), koalisi besar juga bermanfaat dalam menjalankan roda pemerintahan ketika kelak koalisi berhasil menang.

"Karena jika nanti bertarung di Pilpres 2024 dan kemudian menang, artinya kan butuh koalisi besar. Butuh pengamanan begitu ya dari partai-partai koalisi yang ada dalam konteks di pemerintahan maupun di parlemen. Jadi dalam ini koalisi akan diusahakan sebesar mungkin, segemuk mungkin. Sebisa yang dilakukan KIB," terusnya.

Baca Juga: Peta Pemilih di Pemilu 2024 Variatif karena Tak Ada Petahana dan Koalisi Parpol Masih Dinamis

Oleh sebab itu, Ujang melihat KIB akan menyambut baik partai yang ingin bergabung dengan koalisi yang mengusung visi PATEN itu. Meski ada keuntungan besar dalam koalisi gemuk, tantangan juga ada.

Koalisi besar dengan banyak partai pasti akan memunculkan banyak pandangan berbeda. Tantangannya adalah bagaimana menyatukan suara semua partai anggota.

"Mereka akan sama-sama berjuang untuk memenangkan koalisi itu, siapapun nanti capres-cawapres (yang diusung). Minusnya tentu koalisinya gemuk, terlalu banyak pendapat, terlalu banyak perbedaan. Tentu itu harus disatukan, disamakan," tegasnya.

Ujang juga mengemukakan adanya risiko dari koalisi besar yakni semakin berkurangnya partai oposisi dalam pemerintahan yang bisa menganggu mekanisme perimbangan kekuasaan (check and balances).

Baca Juga: Koalisi Indonesia Bersatu Diharapkan Mampu Cegah Polarisasi dan Kedepankan Program

Padahal itu mekanisme itu penting untuk mengoreksi serta meluruskan sebuah pemerintahan serta mendorong pertumbuhan ke arah yang lebih baik.

"Tetapi yang harus kita lihat adalah kebutuhan saat ini, ke depan, adalah koalisi gemuk bukan hanya untuk mengamankan 20% tiket, tetapi juga mengamankan pemerintahan ke depan. Dengan koalisi gemuk tentu pemerintahan akan aman.

Minusnya ya akan kekurangan oposisi, tidak ada check and balances," pungkasnya.

Kepentingan Juga Besar

Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat menilai koalisi Besar punya konsekuensi munculnya kepentingan yang juga besar.

"Dengan bentukan koalisi ini kita lihat juga, jangan cuma untuk meningkatkan porsi tawar, mendapatkan calon yang elektabilitasnya tinggi, namun membentuk sistem jangka panjang, demokrasi," kata Cecep hari ini (19/8).

Pemilu 2024 merupakan pemilu ke 5 setelah 1999 di era demokrasi. Harapannya, demokrasi di Indonesia dapat terkonsolidasi dengan baik, membawa Indonesia ke demokrasi yang lebih matang, ditandai dengan adanya kerjasama dari para elit partai.

Cecep berharap koalisi membawa manfaat bagi bangsa.

"Kalaupun membangun koalisi dengan membangun politik demokrasi, bukan cuma jangka pendek untuk mengusung calon mereka saja," tambah Cecep.

Saat ini sudah ada dua poros jelang Pemilu 2024. KIB dikabarkan tengah mendekati Partai Demokrat, sementara Gerindra-PKB dengan PDIP.

Baca Juga: Koalisi Indonesia Bersatu Terbuka untuk Cari Tambahan Partai Baru Meski Peluangnya Kecil

"Jika kita bicara koalisi yang terbangun di Indonesia, pengalaman dari beberapa Pemilu, biasanya bukan koalisi permanen. Selalu berubah-ubah. Koalisi di Pusat dan Daerah biasanya berbeda, Dengan bermunculannya berbagai koalisi, diharapkan proses demokrasi di Indonesia semakin sehat dan dinamis."

Sebelumnya, ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto sendiri, berulang kali mengatakan bahwa KIB bersifat inklusif, terbuka kepada siapa saja.

"Kita ingin politik yang dikedepankan merupakan politik yang menyatukan, inklusif dan didasarkan pada kesamaan gagasan dan pemikiran untuk kemajuan Indonesia yang kita cintai ini," ujar Airlangga beberapa waktu lalu. (*)

Editor: Iman Fakhrudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x