"Karena jika nanti bertarung di Pilpres 2024 dan kemudian menang, artinya kan butuh koalisi besar. Butuh pengamanan begitu ya dari partai-partai koalisi yang ada dalam konteks di pemerintahan maupun di parlemen. Jadi dalam ini koalisi akan diusahakan sebesar mungkin, segemuk mungkin. Sebisa yang dilakukan KIB," terusnya.
Baca Juga: Peta Pemilih di Pemilu 2024 Variatif karena Tak Ada Petahana dan Koalisi Parpol Masih Dinamis
Oleh sebab itu, Ujang melihat KIB akan menyambut baik partai yang ingin bergabung dengan koalisi yang mengusung visi PATEN itu. Meski ada keuntungan besar dalam koalisi gemuk, tantangan juga ada.
Koalisi besar dengan banyak partai pasti akan memunculkan banyak pandangan berbeda. Tantangannya adalah bagaimana menyatukan suara semua partai anggota.
"Mereka akan sama-sama berjuang untuk memenangkan koalisi itu, siapapun nanti capres-cawapres (yang diusung). Minusnya tentu koalisinya gemuk, terlalu banyak pendapat, terlalu banyak perbedaan. Tentu itu harus disatukan, disamakan," tegasnya.
Ujang juga mengemukakan adanya risiko dari koalisi besar yakni semakin berkurangnya partai oposisi dalam pemerintahan yang bisa menganggu mekanisme perimbangan kekuasaan (check and balances).
Baca Juga: Koalisi Indonesia Bersatu Diharapkan Mampu Cegah Polarisasi dan Kedepankan Program
Padahal itu mekanisme itu penting untuk mengoreksi serta meluruskan sebuah pemerintahan serta mendorong pertumbuhan ke arah yang lebih baik.
"Tetapi yang harus kita lihat adalah kebutuhan saat ini, ke depan, adalah koalisi gemuk bukan hanya untuk mengamankan 20% tiket, tetapi juga mengamankan pemerintahan ke depan. Dengan koalisi gemuk tentu pemerintahan akan aman.
Minusnya ya akan kekurangan oposisi, tidak ada check and balances," pungkasnya.