Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua yang menggunakan bahasa pengantarnya bahasa daerah ditambah bahasa Melayu.
Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda.
Baca Juga: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Guru Nasional 2021, Bisa untuk Kalimat Poster dan Media Sosial
Pada tahun 1932, dengan penuh kesadaran, 32 organisasi guru yang berbeda-beda latar belakang, paham dan golongan sepakat bersatu mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Kemudian pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, dan Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tepatnya tanggal 23-25 November 1945 berlangsung Kongres Guru Indonesia di Surakarta.
Kongres tersebut berlangsung di Gedung Somaharsana (Pasar Pon), Van Deventer School, Sekolah Guru Puteri (sekarang SMP Negeri 3 Surakarta).
Sejak kongres Guru Indonesia (kongres ke-1 PGRI), semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu dalam satu wadah PGRI.
Sejak lahirnya, PGRI bersifat unitaristik, independen, dan non-partisan. Keanggotaanya tanpa memandang ijazah, status, tempat bekerja, jenis kelamin, latar belakang agama, dan lain sebagainya.