“Saya tidak ada pikiran itu membawa nama Papua karena di judul saya itu tidak ada kata-kata Papua. Sifatnya itu satire, kritik satire. Kalau orang cerdas tau itu satire, itu lelucon-lelucon. Bukan tujuannya untuk menghina orang, apalagi menghina suku dan agama, tidak ada, jauh sekali, apalagi menghina Papua,” kata Ambroncius.
Sekretaris II Dewan Adat Papua Jhon Gobay pun meminta kepada masyarakat Papua untuk tidak terprovokasi terhadap isu dugaan rasisme yang dilakukan Ambroncius Nababan terhadap Natalius Pigai.
Meskipun begitu, Dewan Adat Papua tersebut tetap meminta pelaku rasisme, dalam hal ini Ambroncius Nababan, segera diproses secara hukum.
"Kami tidak ada masalah dengan suku Batak karena kasus rasisme ini dilakukan oleh oknum dan bukan mengatasnamakan suku (Batak). (Kasus dugaan rasisme) ini harus diproses secara hukum (untuk menjadi contoh) agar orang memahami etika dalam berkomunikasi melalui media sosial," ujar Jhon Gobay.
Kasus dugaan rasisme ini berawal dari pernyataan Natalius Pigai yang menolak disuntik vaksin covid-19 yang didatangkan oleh pemerintah. Mantan Komisioner Komnas HAM ini beranggapan bahwa vaksin dari Pemerintah tidak jelas. Ia bahkan mengatakan hendak membeli vaksin sendiri dari luar negeri.
Pernyataan Pigai tersebut dibalas oleh Ambroncius dalam sebuah unggahan di akun Facebooknya.
“Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Vaksin Sinovac itu dibuat untuk manusia bukan untuk gorila apalagi kadal gurun. Karena menurut Undang-Undang, gorila dan kadal gurun tidak perlu divaksin. Paham?” tulis Ambroncius di akun Facebooknya tersebut yang dilengkapi dengan laman berita online yang memuat pernyataan Pigai seperti di atas.
Pernyataan tertulis Ambroncius di akun Facebooknya itu kemudian berlanjut dengan unggahan berikutnya berupa meme yang terdiri dari foto Pigai di sebalah kiri dan foto seekor gorila di sebelah kanannya.***