Situasi ini memburuk ketika Rohingya direkrut oleh Inggris sebagai tentara di Perang Dunia II, menimbulkan animositas lebih lanjut dengan penduduk Buddha Myanmar.
Pada 1982, sebuah undang-undang baru di Myanmar mencabut kewarganegaraan Rohingya, membuat mereka menjadi tanpa negara, terkucil dan teraniaya.
Krisis ini eskalasi pada tahun-tahun berikutnya dengan tindakan represif dari pemerintah Myanmar, termasuk pembunuhan dan pengusiran yang menyebabkan gelombang pengungsi Rohingya ke negara tetangga.
Penolakan di Indonesia dan Malaysia
Di Aceh, kelompok pengungsi Rohingya baru-baru ini ditolak mendarat karena perilaku buruk pengungsi sebelumnya yang tidak mematuhi norma lokal.
Meski demikian, warga setempat tetap memberikan bantuan logistik.
Di Malaysia, penolakan terhadap pengungsi Rohingya juga terjadi. Alasannya berkisar dari jumlah pengungsi yang banyak hingga kekhawatiran ekonomi dan sumber daya akibat pandemi Covid-19.
Sentimen Anti-Rohingya
Situasi pengungsi Rohingya semakin diperburuk dengan adanya sentimen anti-migran yang berkembang di Malaysia selama pandemi Covid-19.
Ujaran kebencian di media sosial menuduh pengungsi Rohingya menyebarkan virus, menambah ketegangan dan sentimen negatif terhadap mereka.***