BERITA DIY - Dalam era digital saat ini, seringkali kita menjumpai ragam bahasa yang digunakan oleh para tokoh publik di platform media sosial.
Bahasa slang atau bahasa gaul sering menjadi pilihan dalam komunikasi, termasuk di antara tokoh-tokoh politik nasional.
Sebagai contoh, hari ini ada interaksi menarik antara Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo di media sosial yang menjadi perbincangan hangat netizen.
Ganjar Pranowo, yang juga dikenal sebagai capres PDIP, mendapat ucapan selamat ulang tahun dari Anies Baswedan melalui media sosial.
Dalam ucapan tersebut, Anies dengan gayanya memakai bahasa Jawa slang atau lebih dikenal dengan bahasa walikan Yogyakarta, sebuah varian bahasa gaul yang khas dari daerah tersebut.
Anies menulis, "Selamet ulang tahun, Dab @ganjarpranowo! Mugi2 terus sehat, nek ono daladh2 bareng ojo lali ngundang ya."
Bagi yang tidak familiar dengan bahasa walikan Yogyakarta, mungkin merasa kebingungan.
Dalam kalimat yang ditulis Anies, kata 'daladh' memiliki arti 'makan'. Sedangkan 'dab' adalah bentuk slang dari kata 'mas'.
Sehingga, jika diterjemahkan, kalimat tersebut kurang lebih memiliki makna: "Selamat ulang tahun, Mas Ganjar Pranowo! Semoga sehat terus, kalau ada makan-makan bareng jangan lupa undang ya."
Tidak hanya Anies, Ganjar Pranowo pun membalas ucapan tersebut dengan gaya bahasa yang serupa.
"Maturnuwun Dab Anies Baswedan, sampeyan mugo-mugo sehat terus juga yo. Duh tanggal tua lagi poya mothig e, hahaha," balas Ganjar.
Kata 'Poya mothig' mungkin cukup asing bagi sebagian besar orang. Dalam bahasa Jawa walikan khas Yogyakarta, 'poya mothig' memiliki arti 'tidak punya duit'.
Baca Juga: Data Pembagunan Jalan Era SBY, Benarkah Lebih Baik Dibanding Jokowi? Ini Fakta Pidato Anies Baswedan
Interaksi ini menjadi bukti bahwa bahasa memiliki kekayaan tersendiri dan dapat menjadi sarana komunikasi yang menyenangkan.
Bahasa Jawa khususnya, dengan varian-varian gaulnya, tetap relevan dan hidup di tengah masyarakat, termasuk di kalangan tokoh publik.
Dua tokoh ini memiliki latar belakang pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, yang mungkin menjadi salah satu alasan mereka memakai bahasa walikan dalam interaksi tersebut.
Interaksi Ganjar dan Anies ini mengingatkan kita bahwa di balik kesibukan dan tanggung jawab sebagai pemimpin, mereka tetap memiliki sisi manusiawi yang dapat berkomunikasi dengan ringan dan penuh seloroh.***