BBM Bersubsidi Disarankan Hanya untuk Sepeda Motor dan Kendaraan Umum daripada Dinaikkan Harganya

- 23 Agustus 2022, 16:30 WIB
Pemerintah disarankan batasi BBM subsidi untuk sepeda motor dan kendaraan umum daripada menaikkan harganya.
Pemerintah disarankan batasi BBM subsidi untuk sepeda motor dan kendaraan umum daripada menaikkan harganya. /Portal Bandung Timur/heriyanto/

BERITA DIY - Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar semakin menguat meskipun pemerintah belum mengumumkannya.

Alih-alih menaikkan harga BBM subsidi yang bisa menaikkan inflasi, pemerintah disarankan untuk melakukan pembatasan penggunaan BBM subsidi.

Sebagaimana diketahui, pemberian subsidi ini membebani APBN dan 60 ersen penggunaannya juga tidak tepat sasaran.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyarankan agar BBM subsidi ini hanya digunakan oleh pengguna sepeda motor dan kendaraan umum saja.

"Menurut saya, atasi tadi dengan pembatasan saat ini untuk sepeda motor dan angkutan umum, maka sekitar 60% bisa diselamatkan," ujarnya, hari ini.

Baca Juga: Kenaikan Harga BBM Subsidi Bisa Pacu Inflasi, Pemerintah Disarankan Lakukan Pembatasan

Menurutnya, efek kenaikan harga bagi pengguna yang tidak lagi boleh mengkonsumsi BBM bersubsidi bisa dilokalisir sehingga dampak inflasi tidak terlalu tinggi. Jika strategi pembatasan berhasil, maka APBN bisa diselamatkan sekaligus bisa mengendalikan inflasi.

"Inflasinya berpengaruh tapi tidak signifikan. Kalau 60% diselamatkan, (inflasi) bisa 0,5%. Asal solar tidak naik juga," lanjutnya.

Ia pun mengungkapkan keyakinannya bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan menempuh kebijakan menaikkan BBM bersubsidi mengingat ancaman inflasi dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

"Saya tidak yakin Jokowi mau mengorbankan pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai dengan susah payah," tegasnya.

Baca Juga: Pemerintah Harus Antisipasi Dampak Buruk jika Naikkan Harga BBM agar Tidak Inflasi dan Rakyat Menderita

Menurut Fahmy, jika kenaikan harga Pertalite menjadi Rp10.000 dan Solar menjadi Rp8.500 dilakukan secara bersamaan sudah pasti menyulut inflasi. Bahkan jika kenaikan inflasi makanan 2% akan mendorong inflasi hingga 5,2% yoy.

"Sehingga kalau Pertalite dan Solar dinaikkan kemungkinan inflasi akan menjadi 7,2%. Padahal tahun sebelumnya inflasi kita rendah sekali, 3% menjaga momentum pertumbuhan mencapai 5,4%. Ini luar biasa," tandasnya.

Inflasi 7,2% akan mengakibatkan kenaikan harga barang dan memperburuk daya beli masyarakat. Menurutnya, beban paling berat akan dirasakan oleh rakyat miskin yang tidak pernah menikmati subsidi karena tidak mempunyai kendaraan bermotor.

Fahmy menekankan pentingnya pemerintah mengatasi permasalahan BBM bersubsidi secara jangka pendek dan panjang.

Baca Juga: Pemerintah Harus Lindungi Rakyat dengan Bansos BLT jika Subsidi BBM Dikurangi

"Atasi dulu masalah jangka pendek, menggelembungnya subsidi, 60% diselamatkan. Kalau sudah normal mulai diutak-atik, mungkin Pertalite dinaikkan atau Pertamax diturunkan agar disparitas tidak terlalu tinggi. Pada saat itu terjadi migrasi tadi," pungkasnya.

Untuk jangka panjang pemerintah juga disarankan untuk memangkas disparitas harga BBM bersubsidi dengan non-subsidi. Hal itu dapat dilakukan ketika situasi sudah normal.

"Kalau nanti kondisi sudah normal maka barangkali perlu ada pricing policy (kebijakan harga) yang bisa mendekatkan antara Pertalite dan Pertamax. Contoh selisihnya Rp1.500. Sehingga konsumen Pertalite, bahkan sepeda motor bisa migrasi ke Pertamax," imbuhnya.

Sebelumnya, dua Menteri koordinator berbeda suara soal rencana pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi. Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan keputusan kenaikan harga bbm subsidi bakal diumumkan Jokowi minggu ini, tetapi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kemudian menyampaikan belum ada kenaikan harga BBM dalam waktu dekat.

Baca Juga: Harga BBM Terbaru Hari Ini, 20 Juli 2022 di 24 Provinsi Indonesia: Ada Pertamax, Dexlite, dan Pertamina Dex

Berkala

Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda. Jika pemerintah hendak menaikkan harga BBM bersubsidi, sebaiknya dilakukan secara berkala.

Hal ini untuk mencegah inflasi tinggi yang kemudian akan berdampak luas di masyarakat maupun bagi pertumbuhan ekonomi.

“Apabila opsi menaikkan, kita rasa menaikkan secara gradual lebih tepat daripada naik signifikan,” kata hari ini (23/8).

Dalam perhitungannya, jika Pertalite naik ke harga Rp 8.000, maka inflasi masih berada di 5,5%, naik ke Rp 9.000 inflasi berada di kisaran 6,5%-7% dan Jika langsung ke Rp 10.000, inflasi bisa menembus 8%.

“Dengan kenaikan harga pertalite, itu pasti inflasi cukup tinggi. Dampaknya tinggi, daya beli menurun, perlambatan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan masyarakat miskin baru,” sebut Nailul.

Baca Juga: Harga BBM Pertalite Terbaru Agustus 2022, Apakah Terjadi Kenaikan? Cek Update Daftar Harga Pertamina Resmi

Sejumlah kabar beredar tentang rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, BBM bersubsidi tidak akan naik pada Kuartal ke 3 tahun ini.

Menurut Nailul, jika begitu, pemerintah masih punya ‘tambalan’ untuk menambah subsidi BBM. Berdasarkan keterangan Menteri Keuangan, pendapatan dari pajak cukup positif dan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per Juni juga tumbuh 35,5%,sehingga itu bisa dibilang APBN kuat.

“Tahun ini masih positif PNBP. Kalau pemerintah ingin manfaatin uang dari PNBP dan pajak yang kenaikan positif, bisa untuk menambah subsidi BBM. itu tergantung sekali dengan political will,” ujar Nailul.

Selain itu, ada opsi re-alokasi anggaran untuk bisa menambal beban subsidi. Misalnya anggaran yang kurang urgent, seperti food estate, IKN, infrastruktur kereta cepat, yang bisa jadi tambalan. “ tandas Nailul.***

Editor: Iman Fakhrudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah