BERITA DIY – Berikut penjelasan tentang apa itu pajak PPN yang bakal dinaikan menjadi 12 persen serta membuat harga barang menjadi lebih mahal.
Pasti banyak masyarakat sudah tau tentang pajak PPN. Biasanya pajak PPN ada di warung makan atau rumah makan, kafe, toko oleh oleh, dan tempat-tempat lainnya.
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Baca Juga: Daftar Sembako yang Bakal Kena Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, Mulai dari Telur sampai Jagung
Menurut KBBI, pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya.
Sedangkan pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pajak ini merupakan jenis pajak konsumsi serta pajak tidak langsung, artinya pajak tersebut disetorkan oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak. Dengan kata lain penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Penyebutan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan nama Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.
Namun akhir-akhir ini sedang banyak dibicarakan tentang rencana pemerintah yang akan menaikan pajak PPN yang awalnya 10 persen menjadi 12 persen.
Seperti yang sudah tertuang dalam draft RUU tentang Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang berisi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), lebih tepatnya di dalam Pasal 7 ayat 1 yang berisi tentang tarif pajak pertambhan nilai adalah 12 persen.
Dengan adanya rencana tersebut mungkin akan terlintas pikiran tentang semua harga barang jadi naik atau mahal, ternyata tidak. Tidak semua barang atau jasa terkena dampak kenaikan pajak PPN 12 persen.
Telah dijelaskan pada ayat 2 dalam Pasal 7 tersebut juga bahwa tarif PPN sebesar 0 persen diterapkan sesuai atas ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak. Jadi tidak semua barang atau jasa terkena kenaikan pajak PPN sebesar 12 persen.
Yustinus Prastowo selaku Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis menjelaskan bahwa barang-barang yang banyak dikomsumsi masyarakat PPN-nya akan diturunkan.
Sedangkan barang yang hanya dikomsumsi oleh segelintir orang, khususnya menengah ke atas pajak PPN-nya akan dinaikan.
Jadi barang yang sering dikonsumsi masyarakat yang biasanya dikenakan pajak PPN sebesar 10 persen, nanti dapat dikenakan sebesar 7 persen atau 5 persen.
Baca Juga: Tidak Terima Bansos PKH dan BST Kemensos? Ini Syarat dan Cara Cek Penerima BLT Dana Desa Rp300 Ribu
Sedangkan barang yang tidak dibutuhkan masyarakat banyak tetapi dikonsumsi oleh kelompok kalangan atas dan sifatnya terbatas dikenakan pajak PPN lebih tinggi.
Perubahan tentang kenaikan tarif pajak PPN sebesar 12 persen tersebut , telah diatur dengan Peraturan Pemerintah yang telah disampaikan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal tersebut agar dapat dibahas dalam penyusunan Racangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).***