Berapa Batasan Perjalanan yang Mendapat Keringanan Puasa atau Musafir? ini Pendapat Ulama dan Syaratnya

15 Maret 2024, 10:30 WIB
Berapa Batasan Perjalanan yang Mendapat Keringanan Puasa atau Musyafir? ini Pendapat Ulama dan Syaratnya /wahdah.or.id

BERITA DIY - Berapa batasan perjalanan yang mendapat keringanan puasa atau Musafir, bagaimana sesorang bisa dikatakan musafir, apa saja syarat yang harus dipenuhi?

Ramadahan merupakan bulan yang sangat spesial, dalam bulan ini banyak sekali kemuliaan dan amalan baik yang bisa dilakukan.

Saat bulan Ramadhan umat mulsim menjalankan ibadah puasa dalam sebulan penuh.

Namun tak hanya puasa, ada banyak sekali amalan baik yang bisa dilakukan dan hanya terdapat pada bulan spesial ini. 

Baca Juga: Apakah Membersihkan Telinga Membatalkan Puasa di Bulan Ramadhan? Ini Hukum Mengorek Telinga

Seperti yang sudah diketahui, ibadah puasa ini adalah salah satu rukun Islam yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk menjalankanya.

Walaupun puasa merupakan rukun islam dan hukumnya wajib, dalam menjalani puasa, Allah SWT memberikan toleransi atau keringanan bagi orang yang berada dalam kondisi tertentu. 

Kondisi ini misalnya sedang sakit, ibu hamil, ibu menyusui, atau dalam perjalanan jauh serta keadaan darurat lainya.  

Orang yang sedang dalam kondisi diatas atau mempunya halangan tertentu, diberikan keringan untuk boleh tidak menjalankan puasa namun harus menggantikannya setelah lebaran.

Seperti yang sudah disebutkan diatas, salah satu kondisi yang mendapat keringanan puasa adalah dalam perjalanan jauh atau musafir.

Baca Juga: Apakah Boleh Gosok Gigi atau Berkumur Saat Puasa? Berikut Pendapat Ulama dan Waktu Terbaik Menyikat Gigi

Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 185:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًافَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُون

Artinya: Dan barangsiapa sedang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia membatalkan dengan berbuka), maka (wajib mengganti puasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya tersebut pada hari-hari lain. Dan atas orang-orang yang mampu (tetapi tidak mau berpuasa), ada fidyah (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Dari potongan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah SWT memberikan kemudahan bagi orang yang sedang dalam perjalanan untuk boleh tidak puasa.

Namun dengan catatan harus menggatinya pada hari lain setelah Ramadhan.

Bahkan Rasulullah SAW juga memberikan contoh bahwa beliau pernah tidak berpuasa saat dalam perjalanan dan memerintahkan para sahabat untuk mengikuti beliau. 

Baca Juga: Hukum Sikat Gigi Saat Puasa Bisa Membatalkan atau tidak? Simak di Sini Penjelasan Lengkapnya!

Batasan Jarak Musafir Menurut Ulama

Bagaimana batasan perjalanan yang memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa? Artikel ini membahas bagaimana sesorang bisa dikatakan musyafir, apa saja syarat yang harus dipenuhi.

Di kutip an-nur.ac.id/, beberapa ulama memiliki pendapat yang berbeda terkait batasan perjalanan seseorang bisa di sebut musyafir dan boleh tidak berpuasa. 

- Menurut Imam Hanafi, seseorang dikatakan sebagai musafir adalah yang bepergian sejauh 1 farsah atau sekitar 5 km, boleh tidak berpuasa. 

- Menurut Imam Syafii, jarak minimal musafir boleh tidak berpuasa adalah 16 farsah atau sekitar 80 km. 

- Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, jarak minimal musafir boleh tidak berpuasa adalah 48 mil atau sekitar 88 km.

Sesesorang disebut Musyafir

Tidak hanya dihitung dari jarak, untuk bisa mendapatkan keringanan saat puasa atau bisa disebut musyafir, sesrorang harus memenuhi syarat atau kriteria berikut ini. Berikut syarat-syarat tersebut:

Baca Juga: Bolehkah Berkumur saat Wudhu ketika Puasa? Ini Penjelasan Ulama

- Perjalanan yang dilakukan harus mempunyai tujuan yang baik, seperti menuntut ilmu, berdagang, berkunjung ke keluarga, berdakwah, atau haji dan umrah dan lainya.

Tidak di perbolehkan perjalanan yang buruk dan haram, seperti berbuat maksiat atau mencuri.

- Sudah meniatkan musyafir sejak awal.

- Perjalanan yang dilakukan sebelum terbit fajar. Jika seseorang sudah berniat puasa dan sudah makan sahur, lalu ia baru berangkat setelah terbit fajar, maka ia harus melanjutkan puasanya.

- Perjalanan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa ada henti yang lama di suatu tempat. Jika seseorang berhenti di suatu tempat lebih dari empat hari (menurut pendapat mayoritas ulama), maka ia harus berpuasa di tempat tersebut.

Demikianlah pendapat beberapa ulama terkait bagaimana sesorang bisa di katan musyafir dan dapat keringanan puasa serta syarat yang harus di penuhi. semoga bermanfaat.***Kuncoro Ahmad Tofian

Editor: Iman Fakhrudin

Tags

Terkini

Terpopuler