Merawat Ingatan dan Menolak Lupa Terhadap Sederet Tragedi HAM di Negeri Ini

7 September 2020, 13:04 WIB
Munir, Marsinah, Udin dan Wiji Thukul merupakan sosok yang menjadi sebagian korban pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum diusut tuntas. /Galih Nur Wicaksono/https://www.rudolfdethu.com/

BERITA DIY - "Ku bisa tenggelam di lautan, ku bisa diracun di udara.  Aku bisa terbunuh di trotoar jalan, tapi aku tak pernah mati, tak akan berhenti." Merupakan lirik dari lagu Di Udara milik Efek Rumah Kaca.

Representasi dari lagu ini sepertinya cukup jelas yakni menggambarkan sebuah kejadian pada 16 tahun silam atau tepatnya pada 7 September 2004. Sebuah tragedi pembunuhan yang menimpa seorang aktivis Kemanusiaan dan HAM yakni, Munir Said Thalib.

Dimana pada saat itu, Munir ditemukan tewas dan hasil pemeriksaan nya beliau tewas akibat dibunuh dengan cara diberi racun. Munir saat itu sedang di dalam perjalanannya menuju Belanda untuk melanjutkan studi S2 yang sangat berkaitan erat terhadap apa yang sedang diperjuangkan oleh Munir yakni Hak Asasi Manusia.

Baca Juga: Mengenang Munir, Menolak Lupa Atas Tragedi 7 September 2004

Munir salah satu pejuang HAM serta Kemanusiaan yang tewas karena diracun di dalam pesawat. ringtimesbali.pikiran-rakyat.com

Walaupun pengadilan sudah menjatuhkan vonis hukuman terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto, akan tetapi sampai saat ini dalang pembunuhan Munir belum diketahui.

Munir memang dikenal sebagai martir gerakan HAM di Indonesia, hingga beberap kali Munir turun dalam membela dan memperjuangkan beberapa orang yang terancam Hak Asasi nya juga membela perjuangan buruh.

Dengan demikian, banyak sederet kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum tuntas dan dianggap main-main terhadap penyelidikan kasus nya. Antara lain,

Baca Juga: Info Lowker September 2020: Traveloka Buka Lowongan Kerja untuk Puluhan Posisi, Ini Daftar Lengkap

1. Kematian Marsinah 1993

Marsinah adalah seorang buruh pabrik PT Catur Putra Surya (CPS) yang ditemukan tewas terbunuh pada 8 Mei 1993. Hal tersebut bermula ketika karyawan pabrik menuntut kenaikan upah agar sesuai dengan himbauan Gubernur Jawa Timur. 13 orang buruh yang dianggap menghasut segera dibawa ke Kodim Sidoarjo. Marsinah sempat mengunjungi rekan-rekannya, tapi pada pukul 10 malam ia menghilang. Mayatnya baru ditemukan 3 hari kemudian.

Hasil otopsi menunjukkan bahwa ia mendapatkan penganiayaan berat. 8 orang petinggi CPS diam-diam langsung ditangkap tanpa prosedur resmi. Mereka juga mengalami siksaan fisik dan mental saat diinterogasi dan dipaksa mengaku menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Di pengadilan, Yudi Susanto selaku pemilik PT CPS mendapat hukuman 17 tahun penjara sementara stafnya 12 tahun penjara.

Namun setelah melakukan kasasi, mereka semua dibebaskan dari segala dakwaan. Hingga kini Marsinah belum mendapatkan keadilan karena tidak ada seorangpun yang ditangkap untuk mempertanggungjawabkan kematiannya.

Baca Juga: Ekonomi Sedang Sulit? Ini Ijazah Dzikir Ya Hayyu Ya Qoyyum untuk Membuka Pintu Rezeki dan Kekayaan

2. Hilangnya 13 Aktivis dan Termasuk Wiji Thukul

Tahun 1998 lalu, 13 orang aktivis diculik paksa oleh militer dan tidak ada yang tahu dimana keberadaannya hingga kini. Sebenarnya ada 24 orang yang diculik, tapi 9 orang diantaranya bebas, dan 1 orang lainnya ditemukan tewas tiga hari kemudian di Magetan dengan luka tembak di kepala.

Sebanyak 11 anggota Kopassus memang diadili secara militer untuk kasus ini, namun beberapa orang menganggap proses peradilan tersebut hanya rekayasa hukum saja untuk memutus pertanggungjawaban Letjen Prabowo Subianto yang saat itu dianggap paling bertanggung jawab atas kejadian ini. Meski proses peradilan telah usai dengan 11 anggota Kopassus yang mendapatkan hukuman, nasib 13 aktivis tersebut tetap tidak diketahui.

Termasuk salah satunya adalah Wiji Thukul, yang merupakan seorang aktivis dengan puisi dan sajak nya yang mampu membuat pemerintah Orba terusik dan menganggapnya sangat mengganggu saat itu. Hingga akhirnya Wiji menghilang dan sampai saat ini belum ditemukan namun bagi sebagian kalangan menganggap Wiji masih utuh dan belum binasa di dalam jiwa-jiwa yang masih menganggap nya ada. 

Baca Juga: Syarat Mendapatkan BLT Rp 600 Ribu Bagi Karyawan Swasta Dari Pemerintah

3. Kematian Wartawan Udin di Yogyakarta

Seorang wartawan harian Bernas di Yogyakarta yakni Udin tewas terbunuh oleh seorang tamu misterius yang menganiayanya. Ia adalah sosok wartawan yang kritis terhadap pemerintahan Orde Baru dan militer. Yang jadi masalah, kasus ini jadi sulit dipecahkan karena Serka Edy Wuryanto dilaporkan membuang barang bukti ke laut dan mengambil buku catatan Udin dengan alasan penyelidikan.

Tidak hanya itu saja, beberapa orang juga dikambinghitamkan sebagai pelaku, meski pada akhirnya tidak ada yang mengakui pembunuhan tersebut. Bahkan seorang wanita bernama Tri Sumaryani mengaku diberi imbalan uang agar mau mengaku ia punya hubungan gelap dengan Udin dan suaminya membunuh wartawan tersebut. Hingga kini belum jelas siapa sebenarnya yang membunuh Udin.

4. Penembakan Terhadap Mahasiswa Trisakti

Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan besar-besaran di hampir seluruh sudut tanah air, terutama Kota Jakarta dan sekitarnya.  Kerusuhan ini mengakibatkan ribuan orang tewas, ratusan wanita menjadi korban perkosaan, dan tertembaknya sejumlah mahasiswa peserta demonstrasi.

Baca Juga: Pemerintah Luncurkan Kartu Tani, Ini Manfaatnya

Komnas HAM juga telah melakukan penyelidikan pada tragedi penembakan mahasiswa Trisakti 1998 dan selesai pada Maret 20002. Kasus ini sempat masuk ke Kejaksaan Agung berkali-kali. Namun, berkali-kali juga berkas kasus ini dikembalikan. Bahkan, berkas sempat dikatakan hilang pada 13 Maret 2008 oleh Jampidsus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman. Tragedi penembakan Trisakti ini sendiri diperkirakan menyebabkan korban hingga 685 orang. 

Hingga hari ini pun, masyarakat masih memperjuangkan terhadap penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum tuntas. Bahkan sampai masyarakat di hampir seluruh kota-kota besar mengadakan Aksi Kamisan di setiap hari Kamis. Sebuah aksi yang menyuarakan agar kasus-kasus pelanggaran HAM harus di selesaikan, diselidiki dan ditangkap para pelaku nya.

Akan tetapi, dari contoh-contoh kasus di atas tidak ada satupun yang di usut hingga benar para pelaku kejahatan tersebut ditangkap.

Baca Juga: Sinopsis Episode 144 Bawang Putih Berkulit Merah Malam Ini 7 September 2020 di ANTV

"Bilamana ku salah, sebaiknya kau setia meluruskan. Sebab yang sejati dari pertemuan adalah harus saling mengingatkan." "Dan tetap, lawan lupa, lawan lupa, lawan lupa, lawan lupa, lawan lupa, lawan lupa. Munir kita lupa, Wiji kita lupa, Marsinah kita lupa, Udin kita lupa." Merupakan salah satu penggalan dari lirik lagu Bahagia Melawan Lupa yang dinyanyikan oleh salah satu musisi dari Maluku yang bernama Sombanusa.

Dari lagu tersebut, mengingatkan kita kembali terhadap sederet kasus pelanggaran HAM yang kini belum dituntaskan dan sejatinya dari sebuah pertemuan dalam manifestasi Aksi kamisan merupakan sebuah hal yang mengingatkan kita untuk terus memperingatkan kepada yang berwenang agar kasus tersebut segera di usut tuntas.

Editor: Galih Nur

Sumber: Berita DIY

Tags

Terkini

Terpopuler