Profil Neta S. Pane: Aktivis yang Tak Henti Kritik Polisi Ini Dikabarkan Meninggal Karena Covid-19

16 Juni 2021, 19:49 WIB
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane meninggal setelah dirawat di RS Mitra Keluarga Bekasi Barat karena Covid-19. /ANTARA/Andika Wahyu

BERITA DIY - Kabar duka kembali terdengar setelah Neta S. Pane meninggal di usia 56 tahun di RS Mitra Keluarga, Bekasi Barat pada Rabu 16 Juni 2021. Berikut profil aktivis dan mantan wartawan ini.

Kabarnya, Neta telah dirawat di rumah sakit sejak 5 Juni 2021 lalu karena dinyatakan positif Covid-19.

Neta dikenal sebagai Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) sejak 2004 hingga sekarang. Ia kerap mengkritisi berbagai kasus kepolisian.

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Putra Terbaiknya, Eks Jubir KPK Febri Diansyah Berduka Cita atas Meninggalnya Neta S Pane

Tak hanya itu, Neta juga tak segan untuk membongkar aib Kepolisian RI. Mulai dari kasak-kusuk pengisian jabatan di Polri hingga isu soal rekening gendut perwira Polri.

Lewat IPW, Neta ingin terus mengawal kinerja kepolisian agar menjadi lembaga penegak hukum yang profesional, mandiri dan dekat dengan rakyat.

Berikut profil dan jejak karir Neta S. Pane selengkapnya:

Neta lahir di Medan, Sumatra Utara pada 18 Agustus 1964. Dikenal sebagai aktivis dan mantan wartawan di sejumlah media di Indonesia.

Nama “Neta” merupakan singkatan dari nama kedua orangtuanya. Ibunya bernama Tapi Rumondang Siregar dan ayahnya Endar Pane. Huruf awal ‘Ne’ diambil dari nama ayahnya “Pane” sedangkan ‘Ta’ dari nama ibunya, “Tapi”.

Awal karir Neta di media massa dimulai pada tahun 1984, saat ia bergabung di Surat Kabar harian (SKH) Merdeka sebagai reporter lapangan.

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Putra Terbaiknya, Eks Jubir KPK Febri Diansyah Berduka Cita atas Meninggalnya Neta S Pane

Kemudian, setelah tujuh tahun mengabdi di media SKH Merdeka, Neta diangkat menjadi Redaktur Pelaksana, tepatnya pada tahun 1991.

Keluar dari Harian Merdeka, Neta sempat menjadi asisten Redpel di Harian Terbit di Jakarta pada tahun 1993 lalu menjadi Redpel koran Aksi di Jakarta. Jabatan tertinggi di media yang pernah ia emban adalah Wakil Pemimpin Redaksi Surat Kabar Jakarta tahun 2002-2004.

Setelah reformasi, Neta dikabarkan menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Surat Kabar Jakarta. Namun, ia tak bertahan lama di sana. Tercatat ia hanya dua tahun di media tersebut dari 2002 hingga 2004.

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Putra Terbaiknya, Eks Jubir KPK Febri Diansyah Berduka Cita atas Meninggalnya Neta S Pane

Selepas dari media, Neta kemudian berkecimpung di dunia LSM yang membawanya menjadi pucuk pimpinan di IPW hingga sekarang ini

Kiprahnya di IPW cukup fenomenal. Ia berani mengkritik lembaga kepolisian secara terbuka.

Di awal Februari 2012, Polri mendapat kritikan pedas dari IPW. Pasalnya, saat itu IPW memertanyakan posisi Wakapolri Komjen Pol. Nanan Sukarna sebagai ketua umum Mobil Gede (Moge).

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Putra Terbaiknya, Eks Jubir KPK Febri Diansyah Berduka Cita atas Meninggalnya Neta S Pane

Pucuk pimpinan IPW, Neta heran dengan adanya polisi yang gajinya tidak besar, namun punya moge berharga ratusan juta dan menjadi ketua organisasi moge?

Padahal, saat itu kesejahteraan polisi cenderung banyak dikeluhkan karena belum dalam tahap yang baik.

Sebelumnya di tahun 2011, IPW pernah membuat geger Kepolisian RI.

Neta S. Pane menyebutkan ada lima perwira tinggi Polri dan satu perwira Polri yang diduga menerima suap dari Gayus Tambunan, terpidana kasus mafia pajak yang menerima suap Rp 28 miliar dari perusahaan-perusahaan yang terkait perpajakan.

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Putra Terbaiknya, Eks Jubir KPK Febri Diansyah Berduka Cita atas Meninggalnya Neta S Pane

Dan, pada akhir Juli 2011, Neta S. Pane melalui IPW mengomentari tindakan Polri memeriksa Anas Urbaningrum di Mapolres Blitar pada Selasa, 26 Juli 2011 terkait laporan pencemaran nama baik dan fitnah yang disebarkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, melalui BlackBerry Messenger (BBM).

Menurut Neta S Pane, pemeriksaan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di Mapolres Blitar menunjukkan bahwa Polri dipecundangi oleh partai politik. Hal ini juga makin menunjukkan Polri sudah terbelah dalam polarisasi politik antara pendukung Partai Demokrat dan kelompok yang anti Partai Demokrat.

“Kasus ini menunjukkan bahwa Polri tidak independen dan tidak profesional,” kata Neta S. Pane di Jakarta pada sebuah media, Sabtu 30 Juli 2011.

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Putra Terbaiknya, Eks Jubir KPK Febri Diansyah Berduka Cita atas Meninggalnya Neta S Pane

Apa itu Indonesia Police Watch (IPW)?

Indonesia Police Watch (IPW) lahir di tahun 2000. IPW berdiri berdasarkan Akta Notaris Ny. Ida Ayu Yudiani SH No. 3 Tanggal 19 Mei 2000.

Dari akta tersebut, keberadaan lembaga ini kemudian didaftarkan ke Departemen Dalam Negeri. IPW berkedudukan di Jakarta dan mempunyai cabang di sejumlah daerah.
Anggota IPW berasal dari kalangan pengamat, wartawan, pakar, dan akademisi yang peduli dengan masalah Kepolisian.

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Putra Terbaiknya, Eks Jubir KPK Febri Diansyah Berduka Cita atas Meninggalnya Neta S Pane

Pada saat baru didirikan, IPW punya fokus pada upaya-upaya untuk memisahkan Polri dari TNI, kemudian memperjuangkan lembaga Polri di bawah Presiden, dan memasukkan peranan Polri dalam UUD 1945 serta mendorong pemerintah agar mengubah Undang-Undang Kepolisian yang militeristik menjadi sebuah undang-undang Polri yang mandiri.

Dalam perjalanan selanjutnya, IPW lebih banyak mendorong Kepolisian agar tumbuh dan berkembang menjadi lembaga penegak hukum yang profesional, mandiri dan menjadi sahabat rakyat.

Salah satu hasil kerja IPW adalah membuat Rancangan Undang-Undang Kepolisian yang diserahkan ke semua fraksi dan komisi DPR, pimpinan partai politik, pemerintah, TNI, dan Polri.

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Putra Terbaiknya, Eks Jubir KPK Febri Diansyah Berduka Cita atas Meninggalnya Neta S Pane

Dalam rancangan itu, IPW mengusulkan perpanjangan usia pensiun anggota Polri dari 55 tahun menjadi 58 tahun. Usulan itu kemudian diakomodasi oleh DPR RI.

IPW juga rutin melakukan penelitian dan survei mengenai tugas-tugas yang dilakukan Polri di tengah-tengah masyarakat.

Dari hasil penelitian dan survei tersebut, IPW kemudian mengeluarkan rekomendasi dan informasi yang berkaitan dengan kiprah Kepolisian, baik yang bersifat positif maupun negatif.***

Editor: Arfrian Rahmanta

Tags

Terkini

Terpopuler