Sejarah G30S PKI di Indonesia, Peristiwa Kelam yang Patut Diingat

- 6 September 2020, 15:17 WIB
Pelataran Monumen Pancasila Sakti di lubang Buaya
Pelataran Monumen Pancasila Sakti di lubang Buaya /Antara/Aditya P Putra

BERITA DIY - Peristiwa G30S PKI yang terjadi pada 30 September 1965 menjadi sejarah kelam bagi Indonesia.

Tragedi tersebut memuat kisah pengkhianatan yang terjadi di Indonesia dalam skala besar. Sejumlah pejabat tinggi pun menjadi korban dalam peristiwa ini.

Sejatinya, peristiwa G30S PKI sendiri bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno dan mengubah paham idealisme menjadi komunis.

Baca Juga: Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara dan Fungsinya bagi Bangsa

Gerakan yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Cakrabirawa ini diprakarsai oleh Dipa Nusantara Aidit, pemimpin senior PKI.

Peristiwa ini terjadi pada malam pergantian 30 September-1 Oktober 1965. Kala itu, Kolonel Untung Syamsuri memberi perintah untuk menculik tujuh Jenderal dan membuang mereka ke Lubang Buaya.

Tak hanya merencanakan penculikan, DN. Aidit juga menghasut rakyat Indonesia untuk mendukung keberadaan PKI.

Baca Juga: Desa Manjung: Desa Pancasila di Kabupaten Klaten Sebagai Upaya Pengamalan Pancasila Secara Utuh

Mayor Jenderal Soeprapto, Mayor Jenderal S. Parman dan Brigadir Jenderal Sutoyo ditangkap hidup-hidup oleh pasukan Kolonel Untung. Sementara itu, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal M.T Haryono dan Brigadir Jenderal D.I Panjaitan langsung meninggal di tempat.

Beruntungnya, Jenderal A. H. Nasution yang menjadi target utama berhasil kabur dengan melompati pagar ke kebun kedutaan besar Irak. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendeal, diculik dan dibunuh di Lubang Buaya.

Peristiwa kelam ini membuat rakyat menuntut Presiden Soekarno untuk membubarkan PKI. Akhirnya, Presiden Soekarno pun membubarkan PKI dan membersihkan pemerintah dari semua hal yang berbau PKI.

Keenam Jenderal beserta ajudan Lettu Pierre Tendean ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Lalu, kesedihan Soekarno atas ketujuh korban G30S/PKI juga dituangkan dalam buku bertajuk “Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno”.***

Editor: Resti Fitriyani


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah