Sadarkah kita bahwa itu menyakitkan? Sadarkah kita sebenarnya kita sendiri yang membuat suasana menjadi memanas? Untuk itu, mari kita ubah dan kita koreksi bersama. Mari kita kembalikan fungsi lisan yang sesungguhnya, sebagai alat untuk mengeluarkan kata-kata yang baik dan terpuji.
Baca Juga: Teks Khutbah Jumat Singkat NU Terbaru Tentang Kedamaian Landasan Utama Kehidupan Manusia
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Baca Juga:
Hukum Berhape saat Khutbah Jumat Berlangsung
Setidaknya, ada dua cara yang perlu kita terapkan bersama untuk menjaga lisan dari gencaran situasi politik ini.
Pertama, apabila kita tergolong orang yang ahli dan mampu untuk berpikir secara luas dan mendalam, maka seharusnya kita harus bijak dalam berbicara. Berpikir terlebih dahulu, menimbang terlebih dahulu, apakah ucapan yang akan dikeluarkan akan berdampak positif bagi orang lain atau justru sebaliknya. Untuk itulah, Imam Syafii telah mengingatkan kepada kita, agar berpikir dahulu dengan matang sebelum berbicara. Beliau memberi nasihat:
إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمُ الْكَلَامَ، فَعَلَيْهِ أَنْ يُفَكِّرَ فِي كَلَامِهِ. فَإِنْ ظَهَرَتِ الْمَصْلَحَةُ، تَكَلَّمَ. وَإِنْ شَكَّ، لَمْ يَتَكَلَّمْ حَتَّى تَظْهَرَ
Artinya: Jika kalian ingin berbicara, maka berpikirlah terlebih dahulu tentang apa yang hendak kalian bicarakan. Jika mengandung kemaslahatan, maka bicaralah. Namun, jika masih ragu, maka janganlah berbicara sampai benar-benar nampak adanya kemaslahatan yang nyata.
Jamaah Shalat Jumat yang Berbahagia
Kedua, apabila kita tergolong orang yang awam, orang yang biasa-biasa saja dan tidak tahu menahu tentang perpolitikan, bahkan tidak pandai untuk berpikir, maka sebaiknya kita mengambil sikap untuk diam tanpa berkomentar. Inilah satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan kita dari bahaya lisan yang menyakitkan. Kita harus benar-benar mengingat pesan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: Barang siapa yang mengimani Allah dan hari akhir, maka seharusnya ia berkata dengan perkataan yang baik atau hendaknya (mengambil sikap) diam. (HR Bukhari dan Muslim)