Bukankah kita tahu, bahwa setiap dari kita selalu ada malaikat yang mengawasi dan mencatat seluruh amal ibadah kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ
Artinya: Tidak ada suatu kata yang diucapkan, melainkan di sisinya ada malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). (QS Qaf: 18)
Pada ayat di atas, Allah menegaskan bahwa di setiap ucapan kita, semuanya akan dicatat dan dipertontonkan kelak di hari kiamat untuk dimintai pertanggung jawaban. Untuk itu, manusia seharusnya bisa berpikir, sebenarnya apa gunanya lisan itu?
Allah menciptakan lisan sebagai alat untuk berkomunikasi. Allah menciptakan lisan sebagai alat untuk berzikir dan mengucap kalimat-kalimat thayyibah. Allah menciptakan lisan agar memudahkan kita membaca Al-Qur’an. Tidak ada maksud yang buruk dari penciptaan lisan ini. Dengan lisan, kita sebenarnya diberikan petunjuk untuk bisa memahami mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah. Pada surat Al-Balad ayat 8 sampai 10, Allah memberikan isyarat kepada kita:
أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ (8) وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ (9) وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
Artinya: Bukankah Kami telah menjadikan kepada manusia kedua mata, lisan dan dua bibir, dan telah Kami tunjukkan kepadanya dua jalan (jalan kebaikan dan jalan keburukan). (QS Al-Balad: 8-10)
Jamaah Shalat Jumat yang Berbahagia
Masing-masing dari kita, ketika dihadapkan dengan situasi politik, maka seakan menjadi pengamat politik ulung. Padahal kita sebenarnya hanyalah orang awam biasa. Setiap berita yang ada, kita komentari, baik melalui lisan secara langsung atau melalui tangan kita di sosial media. Namun tak sedikit dari kita, yang tidak bisa mengendalikan lisan. Sehingga seringkali, masing-masing dari kita menjelek-jelekkan calon lainnya yang tidak kita sukai, mencibir dan mencaci maki, bahkan menebar berita bohong tanpa dasar yang selalu membuat panas hati.