Belum lagi Abu Thalib, paman Nabi yang secara lahiriah belum beriman hingga wafat. Selama hidupnya, Abu Thalib justru sangat akrab, malam menjadi pelindung dakwah-dakwah baginda Nabi Muhamamd ﷺ. Hingga ajal menjemput, tidak ada sejarahnya Nabi Muhammad membenci atau memusuhi sang paman atas dasar kekafirannya. Paman beliau yang lain, Abu Lahab, diperangi bukan murni karena tidak iman kepada Allah, melainkan karena ia memerangi Nabi Muhammad ﷺ.
Hadirin yang Dimuliakan Allah SWT
Pada masa Rasulullah, terjadinya peperangan bukan murni karena perbedaan keyakinan. Buktinya, dalam konsep kewarganegaraan di antaranya dikenal dengan istilah kafir harbi yang menyerang keselamatan jiwa orang Muslim; ada pula kafir dzimmi yang wajib mendapat perlindungan pemerintah lantaran taat pada aturan masyarakat yang berlaku dan tidak melawan orang Islam. Kafir dzimmi layak mendapatkan hak-hak jaminan keselamatan dari orang Muslim.
Terjadinya perang Badar bukanlah berawal dari permusuhan Muslim dan non-Muslim, tapi kelompok Nabi Muhammad yang sedang ingin mengambil hak-haknya yang dirampas kafir Quraisy di Nakhlah, tepatnya di dekat sumur Badr. Sekitar seribu pasukan kafir Makkah menyerang Nabi Muhammad yang tidak bersiap perang dengan jumlah teman sekitar 312 orang saja dengan pasukan berkuda sekitar 2 orang. Karena dari awal, kelompok Nabi Muhammad bukan dalam rangka siap perang. Meskipun 1 lawan 3 hingga 4 orang, Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Muhammad beserta para sahabatnya.
Berikutnya adalah perang Uhud. Perang Uhud tidak berawal murni dari sentimen agama, tapi karena kafir Makkah ingin membalas dendam kekalahan yang mereka derita dalam perang Badar. Belum lagi misalnya perang Khandaq, atau perang parit. Nabi Muhammad ﷺ berserta orang-orang Madinah mengalami embargo ekonomi, kehidupan Madinah dibuat paceklik oleh orang kafir dari luar. Pada saat orang Madinah akan diserang, atas usul Salman Al-Farisi, Nabi dan para sahabat bergotong royong membuat parit, mengelilingi kota Madinah dengan tujuan kuda perang yang dibawa musuh, ketika hendak masuk Madinah, pasti akan terjun ke parit terlebih dahulu sehingga mudah dikendalikan. Selain embargo, ada pula perang yang dipicu lantaran orang kafir mengingkari janji perdamaian yang dibuat, dan lain sebagainya.
Artinya, peperangan yang terjadi pada masa Rasulullah tidak murni karena sentimen agama. Dari segi keyakinan, Muslim di Indonesia memang harus yakin seyakin-yakinnya bahwa Islam adalah agama yang benar. Namun, dalam tataran sosial, kita perlu berinteraksi atau bermuamalah dengan baik kepada siapa saja, apa pun keyakinannya. Demikian lah yang dicontohkan di masa Rasulullah.
Jamaah Shalat Jumat yang Mulia
Dengan adanya contoh seperti ini hendaknya kita sebagai warga negara Indonesia, marilah jangan mudah terprovokasi dengan sentimen-sentimen keagamaan, suku maupun ras. Kita menjalankan syariat agama kita di Indonesia terlindungi undang-undang dan diberi kebebasan. Karenya, mari kita terus jaga Indonesia.