Beberapa tradisi yang masih hidup dan terus dilakukan secara turun temurun seperti di Kasunanan Surakarta yang mengadakan kirab mengitar Keraton Surakarta. Atau di Yogyakarta dimana penguhuni kraton melakukan laku Tapa Bisu.
Di daerah Blitar, Jawa Timur juga melakukan larung sesaji ke laut. Larung saji ini memiliki filosofi sebuah ucapan rasa syukut kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan sumber daya alam-Nya. Isian sesaji yang dilarung ke laut bisa berupa hasil bumi hingga kepala sapi.
Pergantian tahun baru ke 1 Muharram 1443 H ini dianjurkan untuk membaca doa penutup tahun bagi umat muslim. Beirkut doa akhir tahun Hijriah dalam latin dan Indonesia:
Latin: Allâhumma mâ ‘amiltu min ‘amalin fî hâdzihis sanati mâ nahaitanî ‘anhu, wa lam atub minhu, wa hamalta fîhâ ‘alayya bi fadhlika ba‘da qudratika ‘alâ ‘uqûbatî, wa da‘autanî ilat taubati min ba‘di jarâ’atî ‘alâ ma‘shiyatik. Fa innî astaghfiruka, faghfirlî wa mâ ‘amiltu fîhâ mimmâ tardhâ, wa wa‘attanî ‘alaihits tsawâba, fa’as’aluka an tataqabbala minnî wa lâ taqtha‘ rajâ’î minka yâ karîm.
Arti dalam bahasa Indonesia:
"Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu menyiksaku, dan perbuatan yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu. Tuhanku, aku berharap Kau menerima perbuatanku yang Kau ridhai di tahun ini dan perbuatanku yang terjanjikan pahala-Mu. Janganlah pupuskan harapanku. Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah."
Demikian doa penutup akhir tahun Hijriah dan pergeseran tanggal hari libur nasional Tahun Baru Islam ke 11 Agustus 2021.***