Covid-19 ataukah Perilaku Konsumtif Yang Menyebabkan Indonesia Mengalami Resesi Ekonomi?

6 Agustus 2020, 17:15 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. /doc. instagram / @smindrawati

BERITA DIY - Sejak mewabahnya pandemi Covid-19 di Indonesia mengakibatkan dikeluarkanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Dampak dari diberlakukannya PSBB ini adalah Indonesia mengalami resesi ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi pada triwulan II, Produk Domestik Bruto atau PDB mengalami kontraksi sebesar -5,32%.

Pada tanggal 5 Agustus 2020, Badan Pusat Statistik melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan II-2020. Pada Q2-2020 ini terjadi kontraksi ekonomi sebesar 5,32% (YoY). Dengan begitu, secara kumulatif ekonomi Indonesia H1-2020 jika dibandingkan dengan H1-2019 mengalami kontraksi sebesar 1,26%. Dengan kontraksi ekonomi secara kuartalan dalam dua kuartal berturut-turut, Indonesia dipastikan secara teknikal telah memasuki masa resesi.

Demikian pula yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, menurutnya semenjak diberlakukan PSBB pada akhir Maret menyebabkan jatuhnya perekonomian Indonesia pada Kuartal II-2020. "Penerapan PSBB yang memang berjalan luas pada akhir Maret sudah memengaruhi ekonomi kita pada April dan Mei," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang disiarkan langsung Youtube Kementerian Keuangan, Rabu 5 Agustus 2020.

Namun apakah dengan diberlakukannya PSBB karena mewabahnya Covid-19 yang mengakibatkan berimbas pada seluruh roda perekonomian di Indonesia? Tentunya iya, hal ini pun sudah disampaikan oleh BPS bahwasanya dari 17 sektor lapangan usaha yang menopang perekonomian Indonesia, hanya ada tiga sektor yang masih bisa tumbuh yaitu Pertanian, Informasi dan Komunikasi serta Pengadaan Air. Selain itu imbas diberlakukannya PSBB menyebabkan terjadinya PHK karyawan atau pekerja secara besar-besaran, hal ini pun berakibat kontraksi besar pada 10 sektor lapangan usaha.

Pemberlakuan PSBB oleh pemerintah juga menyebabkan daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga pun tidak dapat memberikan kontribusi besar ke pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari IHK yang mengalami deflasi sebesar 0,10% di Juli 2020. Dengan demikan inflasi dari Januari hingga Juli 2020 tercatat sebesar 0,98% dan inflasi tahunan(YoY) sebesar 1,54%.

Ditengah kondisi yang resesi ekonomi saat ini, beberapa waktu lalu ada fenomena yang cukup unik menurut penulis ini yaitu sebuah toko sepeda Brompton di Jerman terpaksa tutup dikarenakan stok sepeda nya habis diborong oleh orang Indonesia, mengingat harga sepeda Brompton bisa sampai puluhan juta untuk satu sepeda nya. Daya beli masyarakat nya saja mampu untuk membeli barang yang sebegitu mahalnya, lantas mengapa pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020 mengalami resesi?

Bersepeda menjadi tren kembali di Indonesia terlebih semenjak pandemi Covid-19 dan dicabutnya PSBB menjadi New Normal. Masyarakat yang semula jenuh dan sedang tidak memiliki rutinitas padat, bersepeda menjadi hobi yang mulai digemari oleh seluruh kalangan. Hingga pada akhirnya orang berlomba-lomba untuk membeli sepeda dan tentunya wajib untuk membeli sepeda yang mahal dengan kualitas unggul yang bisa dilipat tiga. Masyarakat Indonesia memang cenderung konsumtif dan rela menghamburkan uang hasil kerja atau tabungan nya untuk membeli barang-barang yang kebanyakan bernilai aset rendah setiap tahun nya.

Kebiasaan konsumtif terhadap suatu produk disebabkan karena masyarakat Indonesia mengutamakan gengsi yang tinggi terlebih kalangan menengah keatas yang notabene mereka mampu membeli apapun yang diinginkan termasuk produk dari luar negeri sekalipun. Lantas apa hubungan nya dengan keadaan perekonomian Indonesia yang sedang resesi pada triwulan II-2020 dengan perilaku konsumtif masyarakat?

Masyarakat Indonesia dikenal dengan perilaku konsumtifnya terlebih dengan kehadiran ritel online yang memudahkan masyarakat untuk membeli sesuatu. Perilaku konsumtif ini didasari karena pengaruh kebiasaan belanja masyarakat, salah satunya adalah prestise atau gengsi. Menurut  Facts Of Indonesia, Prestise menjadi salah satu faktor utama dalam membeli suatu produk. Barang-barang branded dengan harga tinggi tidak hanya dibeli oleh masyarakat kelas atas, namun juga oleh masyarakat menengah. Prestise dan pujian yang didapatkan memberikan kesenangan tersendiri bagi shoppers.

Terlebih apabila membeli produk dari luar negeri yang secara kualitas sudah diakui oleh dunia, maka tak heran masyarakat yang memiliki jiwa pretise pastinya akan kecenderungan untuk mendapatkan produk tersebut. Apabila perilaku konsumtif berdasarkan tipe pretise ini terus membudaya dan menjadi pola pikir masyarakat suatu bangsa maka jangan heran apabila perputaran uang di Negara ini terus mengalami inflasi dan mengakibatkan resesi ekonomi yang dialami oleh Indonesia saat ini.

Ketergantungan terhadap produk impor ditambah dengan perilaku konsumtif yang menjadi budaya bisa menyebabkan keadaan perekonomian suatu negara terus mengalami resesi. Hal ini dikarenakan nilai impor yang lebih besar dibandingkan nilai ekspor berisiko pada defisit anggaran suatu negara. Mengambil kasus pada beberapa hari yang lalu yaitu membeli sepeda Brompton dari Jerman yang harganya bisa puluhan juta tentunya ini tidak sebanding dengan kondisi ekonomi Indonesia yang kini mulai resesi. Uang yang dikeluarkan oleh mereka tidak akan berputar di negara ini melainkan uang itu masuk ke negara Jerman, sedangkan daya jual beli di negara ini sendiri tengah mengalami penurunan hal ini pun berdampak pada pelaku usaha kecil yang penghasilan mereka turun semenjak mewabahnya pandemi covid-19.

Sebenarnya perilaku konsumtif seseorang itu sah-sah saja dan tidak ada larangan secara tertulis namun melihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini apakah pola pikir kita yang konsumtif seperti itu tidak ingin dirubah? Konsumtif pun tidak masalah selagi apa yang kita beli adalah produk dari negara kita sendiri ataupun barang yang dihasilkan oleh para pelaku usaha kecil di negara ini yang bergantung kepada orang-orang mampu atau kalangan menengah keatas. Membiasakan diri untuk cinta dan bangga dengan produk lokal adalah salah satu cara untuk membantu mereka di masa pandemi saat ini serta membuat perputaran uang di negara ini semakin stabil sehingga jauh untuk mendekati resesi ekonomi di periode mendatang.

Saat ini pun, sebagian besar masyarakat Indonesia ditengah pandemi sedang merintis usaha kecil-kecilan demi membuat dapur dirumahnya tetap kebul. Bahkan yang penulis temui banyak mereka kini menjual produk makanan atau minuman dengan harga terjangkau namun dengan harapan dapat memenuhi hajat hidupnya ditengah pandemi serta mengembalikan keadaan perekonomian negara ini yang sedang mengalami resesi.

Akhir kata, berhentilah menjadi masyarakat yang konsumtif terhadap produk luar dan mari hidupi para pelaku ekonomi di negara sendiri. Dengan harapan, di perekonomian triwulan selanjutnya dapat membaik dan mengurangi kontraksi di berbagai faktor perekonomian yang kini sedang mengalami resesi.***

 

Galih Nur Wicaksono

Editor: Galih Nur

Sumber: Berita DIY

Tags

Terkini

Terpopuler