Ketiga,
lambang persatuan umat Islam. Kaum muslim yang menjalankan ibadah haji berasal dari tempat yang berbeda-beda dan berpencar dari berbagai belahan dunia bersatu untuk mengabdi kepada Allah SWT. Mengumandangkan talbiyah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”
Keempat,
Pengorbanan dan Peduli. Pengorbanan bagi yang melaksanakan haji karena ia menyiapkan harta benda, meninggalkan keluarga dan kampung halaman, perjalanan yang jauh melelahkan, menguras tenaga dan pikiran, serta melakukan berbagai amaliyah hanya semata-mata mencari ridha dari Allah SWT.
Hadirin jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Rafats (berkata-kata yang kasar), fusuq (berbuat dosa dan maksiat) dan jidal (pertengkaran dan perselisihan) sering terjadi di masyarakat. Orang yang telah berhaji, bukan saja diharuskan menghindari tiga hal tersebut di saat menjalankan ibadah haji di tanah suci, tapi ia juga mesti berikhtiar untuk mengurangi dan menghentikan tiga hal itu sekembalinya melaksanakan ibadah haji. Hal ini akan menjadi penanda diterimanya haji seseorang, sehingga disebut haji yang mabrur, yang tidak lain balasannya surga sebagaimana sabda Nabi saw.:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ