Hadirin. Dengan sebab lidah, seorang anak bisa bertengkar dengan kedua orang tuanya. Dengan sebab lidah, bisa terjadi perceraian antara suami istri. Dengan sebab lidah, kerusuhan dan huru-hara dapat meletus di mana-mana dan meluas ke mana-mana. Dengan sebab lidah, seseorang bisa membunuh teman atau tetangganya. Dengan sebab lidah, bisa saja terjadi kekacauan yang memporak-porandakan seluruh penjuru negeri. Dan dengan sebab lidah, bisa jadi kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi keutuhan sebuah negara, yaitu persatuan dan kesatuan.
Sangat benar apa yang disabdakan Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Maknanya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaqun ‘alaih).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Suatu ketika, sahabat Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu mendaki gunung Shafa. Setelah tiba di puncaknya, beliau memegang lidahnya sembari berucap: “Wahai lidah, ucapkanlah perkataan yang baik niscaya engkau beruntung. Diamlah dari perkataan yang buruk niscaya engkau selamat. Lakukanlah itu sebelum engkau menyesal. Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثَـرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ مِنْ لِسَانِهِ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
Maknanya: “Sebagian besar dosa dan kesalahan manusia itu bersumber dari lidahnya” (HR ath-Thabarani).
Baca Juga: Contoh Khutbah Jumat Bulan Syawal yang Menyentuh Hati tentang Makna Idul Fitri dan Syawal