Mengais Rezeki di Kampung Sendiri

- 4 September 2020, 16:47 WIB
Sarjono di kandang sapi yang diternaknya.
Sarjono di kandang sapi yang diternaknya. /Dok Sarjono

Sarjono sempat ragu saat diminta tinggal di rumah mertuanya di Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Sebab sejak lulus SMA, pria yang lahir dan besar di Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan ini merantau ke berbagai daerah di Pulau Jawa untuk bekerja serabutan.

Pikirnya, Jawa merupakan pulau yang banyak daerahnya menyediakan lapangan kerja, bahkan untuk lulusan SMA sepertinya. Hal itu terbukti saat ia merantau ke Jawa, pekerjaan tak sulit dicari. Oleh karenanya ketika harus pulang ke Sumatera, dia sangsi akan memperoleh pekerjaan.

Adalah Nanik Sri Rahayu, perempuan yang dinikahinya pada 1999, menjadi alasan Sarjono harus pulang ke tanah Sumatera. Nanik merupakan anak bungsu, sehingga tak diizinkan pergi meninggalkan rumah orang tuanya di Lampung Tengah. Karena tak ada pilihan lain, akhirnya Sarjono memenuhi permintaan itu.

Kehidupannya saat tinggal di Lampung Tengah, ia membantu mertuanya beternak sapi. Tentu hal ini tak mudah baginya, menengok pria kelahiran 1971 itu sebelumnya tak pernah bertani maupun beternak. Alhasil pada mulanya menggeluti profesi ini, Sarjono tak jarang diledek mertuanya.

“(Diledek) Karena tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan beternak, padahal dari desa,” kelakarnya saat dihubungi Berita DIY melalui sambungan telepon, Minggu, 24 Agustus 2020.

Seiring berjalannya waktu, Sarjono mulai mahir dalam beternak sapi. Bahkan tak jarang, ia menawarkan inovasi penggemukan sapi kepada mertuanya. Namun karena mertuanya tak berpikiran terbuka, usulannya itu kerap ditolak. Hingga akhirnya Sarjono diminta membuka peternakan sapi sendiri.

Bukannya sakit hati, permintaan mertuanya itu dianggap Sarjono sebagai tantangan. Dengan bekal pengalaman 10 tahun bekerja membantu mertuanya serta pinjaman kakak perempuannya sebagai modal, dia membeli 3 ekor sapi pada 2009.

Sapi yang dibesarkan Kelompok Limousin
Sapi yang dibesarkan Kelompok Limousin

Sarjono mengaku beruntung, pada tahun yang sama, PT Great Giant Livestock (GGL) yang merupakan anak usaha Great Giant Food (GGF), mengajak peternak di desanya bermitra melalui program Created Sharing Value (CSV).

Adapun CSV merupakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang ditelurkan oleh GGF. Berbeda dengan CSR perusahaan lain, CSV merupakan program yang mendampingi kelompok agar memperoleh modal tambahan hingga mendidik peternak hingga professional.

Seperti diketahui, GGF adalah brand yang dibangun Grup Gunung Sewu untuk menguatkan anak perusahaan yang bergerak di bidang pangan, pertanian, dan peternakan. Perusahaan yang tergabung di GGF, di antaranya PT Great Giant Pineapple, PT Great Giant Livestock, hingga PT Sewu Segar Nusantara.

Melalui program ini, 16 peternak Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah membentuk kelompok peternak sapi yang dinamakan Kelompok Limousin. Kelompok yang dipimpin Sarjono itu ditawari untuk membudidaya sapi Brahman milik GGF.

Sarjono dan 15 rekannya hanya bertugas menyediakan kandang dan memelihara sapi hingga panen selama 5 hingga 6 bulan. Di tahun pertama berdiri, sapi yang dibesarkan Kelompok Limousin mencapai 150 ekor.

Selama periode kerja sama, perusahaan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada peternak soal pengetahuan beternak. GGF juga memberikan makanan ternak berupa kulit nanas dari hasil kebun perusahaan sejumlah 30 hingga 40 kg per ekor per hari, konsentrat pakan sejumlah 4 hingga 6 kg per ekor per hari, dan Soyabean Meal sejumlah 0,5 kg per ekor per hari.

Tak hanya itu. Perusahaan juga menyediakan obat, antibiotik, dan vitamin untuk sapi peternak. Lalu setelah siap panen, GGF akan mendatangkan pembeli sehingga peternak tidak perlu kebingungan menjual sapinya.

Peternak sapi Kelompok Limousin
Peternak sapi Kelompok Limousin Kelompok Limousin

Setelah sapi laku, peternak akan mendapatkan uang hasil kerja sama. Sapi-sapi dari peternak tersebut akan dibeli GGF, atau perusahaan lain yang bekerja sama dengan GGF, untuk menghasilkan susu, daging, dan bakso.

“Dengan kerja sama ini, Alhamdulillah saya bisa naik haji di tahun 2013,” ujar Sarjono.

Melalui metode kerja sama tersebut, Kelompok Limousin tumbuh membesar. Dari semula 16 peternak dengan 150 ekor sapi, kini menjadi 85 peternak dengan 1.500 ekor sapi dengan total valuasi sekitar Rp 20 miliar.

Sarjono pun sempat tak menyangka, keputusannya pulang ke Sumatera untuk menuruti kemauan mertua, ternyata membuka pintu rezeki yang lebar untuknya. Sekarang, Sarjono memiliki 300 ekor sapi yang digemukkan dengan total keuntungan setahun mencapai Rp 600 juta.

“Sudah 300 ekor sapi sekarang. Yang dulu tinggal di Pondok Mertua Indah sekarang sudah punya rumah sendiri, anak kuliah di Unikom Bandung,” katanya.

Senada dengan Sarjono, Tono (30) yang juga merupakan anggota Kelompok Limousin, merasa terbantu dengan adanya program CSV dengan GGL. Sebab peternak yang mulai aktif sejak 2017 ini hanya lulusan SMA, sehingga akan kesulitan apabila harus mencari pekerjaan di daerahnya.

Bermodal 14 ekor sapi dari pinjaman bank dan investasi saudara-saudaranya, kini sapi yang dikelola Tono telah mencapai 24 ekor melalui kemitraan dengan GGL. Adanya program CSV membuatnya tak harus keluar kampung untuk mengais rezeki.

“Dulu saya pengangguran, sempat kebingungan untuk cari mata pencaharian,” ucap Tono.

CSV untuk Berdayakan Masyarakat Agar Mandiri

Junior Manager Sustainability GGF, Gilang M Nugraha menerangkan, pihaknya tak memberikan dana CSR seperti lembaga filantropi, melainkan menjalankan program untuk memberdayakan masyarakat agar bisa mandiri. Pun CSV tak hanya dilakukan di sekitar lingkungan perusahaan, melainkan juga di banyak wilayah lain.

“Ini adalah salah satu kerja kolaborasi GGF untuk memandirikan masyarakat di Indonesia yang kami lakukan secara holistik,” ucap Gilang dalam Webinar Membangun Sosial Ekonomi Masyarakat Melalui Program Kemitraan Perusahaan pada 12 Agustus 2020 lalu.

GGL berbincang dengan Kelompok Limousin
GGL berbincang dengan Kelompok Limousin Dok Kelompok Limousin

Selain peternakan sapi, GGF juga menjalankan CSV di bidang pertanian. Perusahaan bekerja sama dengan petani atau kelompok tani di beberapa daerah Pulau Jawa dan Sumatera seperti Blitar, Jombang, Mojokerto, Cianjur, dan Sleman untuk menghasilkan buah-buahan.

Awalnya, perusahaan mencari sourcing area untuk bekerja sama. Kemudian GGF memberikan sosialisasi terkait manfaat CSV untuk perusahaan dan mitra petani. Jika petani setuju untuk bekerja sama, GGF akan memberikan benih, sarana produksi, dan pengetahuan, pelatihan, dan pendampingan produksi kepada petani. Setelah itu petani menggarap ladang miliknya.

Ketika panen, perusahaan menyediakan tempat penampungan berupa Packing House Center. Packing House terletak di suatu area atau lapangan yang strategis di antara beberapa lahan petani. Di Packing House ini, buah-buahan hasil panen petani langsung disortir, grading, dan di-packing agar tetap segar.

Setelah itu perusahaan langsung membawa ke channel-channel pasar yang sudah bekerja sama dengan perusahaan, seperti department store, hingga toko buah mitra.

Proses tersebut menyingkat rantai pasok buah dari ladang petani ke pasar sehingga menjaga buah agar tetap fresh. Hal tersebut juga memudahkan petani karena tidak kebingungan untuk memasarkan hasil panennya, serta tidak khawatir harganya rendah. Hingga saat ini, perusahaan sudah bekerja sama dengan lebih dari 450 petani.

Program CSV yang dijalankan GGF telah terbukti membuka lowongan pekerjaan bagi banyak orang di daerah, banyak harapan program serupa dijalankan korporasi lain. Desa harus menjadi kekuatan ekonomi, sehingga warganya tak perlu hijrah ke kota untuk cari kerja.***

Editor: Resti Fitriyani

Sumber: Berita DIY


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x