TEKS Khutbah Idul Adha 17 Juni 2024 NU Singkat Terbaru Penuh Makna Tentang Qurban Mencerdaskan Bangsa - PDF

- 15 Juni 2024, 11:07 WIB
Contoh teks khutbah Idul Adha 17 Juni 2024 NU singkat 1 lembar terbaru penuh makna tentang qurban mencerdaskan bangsa, link download PDF.
Contoh teks khutbah Idul Adha 17 Juni 2024 NU singkat 1 lembar terbaru penuh makna tentang qurban mencerdaskan bangsa, link download PDF. /Tangkap layar slemankab.go.id

Allah Akbar, Allah Akbar, Allah Akbar
Jamaah Salat 'Id Rahimakumullah!

Apa pesan mendasar dari kepatuhan Nabi Ibrahim dan digantinya Ismail dengan domba itu? Ada dua dua hal pokok yang dapat dijelaskan. Pertama, hati Ibrahim menjadi dekat kepada Allah karena nafsunya telah 'dibunuh'. Kedua, dengan kaum fakir miskin dihubungkan dengan mencintai, dalam wujud berbagi kasih sayang dengan sesama manusia (hati Ibrahim sangat kuat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusia- an). Sementara itu, daging sebenarnya hanya makna simbolik; yang utama keberhasilannya telah membunuh/menyembelih egoisme dalam berbagai bentuknya.

Baca Juga: ISI Teks Khutbah Jumat 14 Juni 2024 NU Singkat Terbaru Sebelum Idul Adha Tentang Keutamaan Puasa Arafah - PDF

Peristiwa kurban sebagai rangkaian bulan Dzulhijjah, di dalamnya ada perintah menunaikan ibadah haji (hajja). Lalu apa kaitan antara keduanya? Islam memperkenalkan, bahwa setiap perintah berdampak sosial. Haji maupun berkurban, memiliki dampak sosial yang luar biasa besar. Di sinilah akan kita temukan hikmah haji, yaitu memutus manusia dari bahaya jeratan rutinitas yang sangat potensial mengaburkan arah per- jalanan kita, karena tanpa sadar bisa jadi kita telah mencipta- kan kiblat kehidupan baru. Mungkin berupa bayang-bayang jabatan politik, kemegahan hidup, popularitas, self-glory, dan berbagai bayang-bayang lainnya, sehingga terputus kedekatan kita dengan Allah. Oleh karena itu, Allah memanggil kita untuk datang ke rumah-Nya. Kita tinggalkan profesi, rumah, tanah air, dan berbagai urusan lainnya. Kita datang memenuhi pang- gilan cinta-Nya, labbayk allahmumma labbayk, untuk memper- oleh pencerahan hidup, agar tidak terlena dengan tawaran ke- senangan sesaat yang dapat menghancurkan makna dan tujuan hidup yang lebih besar nilainya dan abadi. Berihram, misal- nya, bermakna kemauan kita menanggalkan status sosial yang menjadi ego manusia, ego kita semua; sebuah sentuhan spiri- tual untuk selalu hidup sederhana, tidak berlebihan. Itulah sebabnya, keseluruhan rangkaian ritual ibadah haji hakikatnya merupakan amalan paling berat bila ditinjau dari segi fisik, lalu diakhiri dengan perintah berkurban. Bukankah awal kita datang berhaji semua serba telanjang. Itu mendeskripsikan, bahwa kita menghadap Sang Khalik melalui simbol Ka'bah, harus dengan hati suci tanpa membawa status sosial yang ada. Di sinilah nilai-nilai kemanusiaan universal diperoleh; tidak kenal suku dan bangsa, semua sama di hadapan Allah.

Berkurban, sebagai ritual simbolik kelanjutan pelajaran seorang Ibrahim, juga menunjukkan bahwa berbagai sandang dan status sosial sungguh tidak ada gunanya di mata Allah. Allah menyatakan, hanya ketakwaanlah yang diperhitungkan di sisi Allah (Qs. al-Hujurat/49:13). Dengan berkurban sejati- nya kita dapat 'membunuh' berbagai ego tadi, yang dapat menjadi penghalang upaya ketakwaan kepada Allah. Haji dan kurban juga sama-sama melahirkan dan menumbuhkan rasa damai dan aman, serta keduanya sama-sama membangkitkan semangat kebersamaan, spirit kekitaan, bukan keakuan (ego- sentris).

Allah Akbar, Allah Akbar, Allah Akbar
Jamaah Salat 'Id Rahimakumullah!

Jika dalam konteks Indonesia kini, pelajaran apa yang paling menonjol dari peristiwa perintah berkurban itu? Aspek kepemimpinan sangat fundamental pada pesan ini. Seorang pemimpin, menurut Islam, harus melayani dan mencintai, bukan yang dilayani. Karena pemimpin sesungguhnya diberi amanat untuk melayani yang memberi amanat tadi. Ketika Idhul Adha ini yang dikumandangkan takbir, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Artinya, kita diajak menghayati bahwa hanya Allahlah yang agung, Dia yang paling besar, lainnya itu kecil. Janganlah kecintaan terhadap dunia dan seisinya itu menghalangi kita untuk menghayati keagungan Allah. Karena itulah, ketika berucap Allahu Akbar, berarti yang lain itu kecil.

Berdasarkan konteks ini, hikmah terpenting berkorban itu bagaimana kita dapat meneladani seorang Ibrahim dalam memimpin dan melahirkan pemimpin-pemimpin berikutnya. Anak keturunannya menjadi para pemimpin dunia (Ismail, Ishaq hingga Isa a.s). Dapat dibayangkan, Ismail yang begitu dicintainya kemudian ia korbankan untuk memenuhi panggil- an Allah. Namun, dalam sikap dan sifat Ibrahim itulah, bahwa dia telah sukses 'membunuh' berbagai ego dalam dirinya, sehingga menjadi pemimpin yang melayani rakyatnya. Saat ini kita membutuhkan pemimpin seperti itu dan kita pun dituntut menjadi sosok Ibrahim-Ibrahim baru di tengah kondisi negara yang multikrisis ini. Mengapa jiwa dan semangat berkurban selama ini susah ditumbuhkan di negara kita?

Baca Juga: TEKS Khutbah Jumat Idul Adha PDF Singkat Padat Menyentuh Hati Membuat Jamaah Menangis Lengkap dengan Doanya

Kita dituntut becermin pada prosesi haji dan berkurban tadi. Haji di dalamnya sarat nilai-nilai mulia yang perlu di- tanamkan dan ditumbuhkembangkan di tengah-tengah kehi- dupan kita. Misalnya, ada istilah haji mabrur, haji yang baik. Kata al-birr ini semangat (spirit)nya melayani fakir miskin dan menolong kaum tertindas. Hal ini menegaskan, makna esensi berhaji itu, sekalipun ada orang berkali-kali berhaji tetapi tidak ada karya nyata dalam interaksi sosialnya, tidak tercapai prinsip dan nilai haji tersebut. Nah, dalam konteks kurban, jika kita tidak ada spirit atau semangat berkurban dan mencintai, seperti pemimpin kepada rakyatnya sendiri, kita dengan saudara-saudara kita, maka bangsa ini akan hancur. Bukankah, kehan-curan suatu bangsa itu dimulai ketika para pemimpin berbuat fasik, zalim, maksiat, dan tidak mengindahkan hukum. Allah menggambarkan hal itu dalam Qs. Al-Isra'/17:16), para pemimpin fasik itu ibarat orang tua yang memintal benang, tetapi setelah rapi, dirusaknya pintalan itu. Suatu kerja keras dan panjang, lalu dihancurkan dalam waktu sekejap, dalam istilah lain disebut self-destroying nation. Hal itu akan semakin parah jika rakyat pun larut dalam kefasikan, berbuat semau gue, sekehendak nafsu dan syahwatnya, atau seenak udel.

Halaman:

Editor: Jihad Akbar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah