اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,
Kebahagiaan yang kita rasakan ini tentu sangat kurang lengkap jika dirayakan sendiri. Kebahagiaan akan terasa lebih nikmat jika bisa dirayakan dengan berkumpul bersama orang-orang yang kita cintai. Hal inilah yang memunculkan sebuah tradisi ritual di negara kita yakni Mudik.
Sebuah tradisi berisikan kerinduan di tanah rantau untuk pulang melihat kembali tanah kelahiran. Sebuah tradisi luhur untuk kembali lagi berkumpul dengan keluarga, mengingat kembali masa kecil sekaligus bersimpuh sungkem dalam pelukan kedua orang tua.
Mudik juga tidak hanya memiliki dimensi makna sekedar pulang kampung saja. Di dalamnya terkandung dimensi spiritual yang nilainya tidak bisa diukur dengan materi dunia.
Jarak jauh melintasi laut dan sungai, medan terjal dan jalan berliku, ditambah waktu, tenaga, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk mudik, tidak bisa menghalangi rasa kangen yang membuncah kepada tanah kelahiran.
Teknologi canggih seperti telepon, media sosial, maupun video call juga tidak akan bisa menggantikan kualitas pertemuan langsung dengan sanak kerabat kita di kampung halaman.