BERITA DIY - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 30 Agustus 2021 sebagai Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional sebagai gelombang perlawanan terhadap tindak kejahatan penghilangan orang secara paksa yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional melewati memontum sejarah panjang yang akan dibahas dalam artikel ini. Tujuan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional ini adalah untuk merawat ingatan tentang para korban yang menjadi target penghilangan paksa dan sampai saat ini tidak diketahui nasibnya.
Tidak dipungkiri, tindakan penghilangan orang secara paksa pernah terjadi di berbagai negara dunia. Para keluarga korban harus menanti tanpa kepastian apakah anggota keluarganya akan kembali atau tidak.
Selain permasalahan moral, kejahatan penghilangan paksa juga melanggar HAM yang seharusnya dilindungi oleh semua negara di dunia. Untuk menjamin HAM setiap warga dunia, PBB mendeklarasikan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional.
Dilansir dari komnasham.go.id, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat pernah terjadinya kasus penghilangan paksa di Indonesia pada masa-masa rentan konflik dari Orde Baru hingga masa Reformasi.
Pada konflik demonstrasi prodemokrasi 1997/1998, tercatat 13 aktivis hilang dan tidak diketahui keberadaannya. Pada kasus yang lain, diduga sebanyak 32.774 korban hilang pada Peristiwa 1965/1966 dan 23 korban pada Pembunuhan Misterius 1982-1985.
Sementara itu, ada 23 korban juga diduga hilang pada Peristiwa Tanjung Priok 1984 dan 88 korban pada Peristiwa Talangsari 1989.