Senoktah Asa Gerabah Pundong

- 4 Agustus 2020, 21:21 WIB
Pak Parjiyo tengah menyelesaikan pesanan gerabahnya.
Pak Parjiyo tengah menyelesaikan pesanan gerabahnya. /Sani Charonni

BERITA DIY - Pagi itu cuaca Kecamatan Pundong Bantul tak begitu cerah. Namun, hal ini tak mengurangi semangat warga untuk bekerja membuat gerabah. Obrolan sederhana menjadi selingan tangan cokelat yang lincah membentuk sebongkah tanah liat menjadi pot kecil juga souvenir pernikahan. Pesanan kerajinan gerabah memang tak sebanyak dulu, namun cukup untuk tetap menghidupi keluarga. Salah satunya Pak Parjiyo yang ketika itu tengah menyelesaikan pesanan souvenir pernikahan bersama istrinya.

Tak banyak yang tahu bahwa Kecamatan Pundong merupakan sentra pembuatan gerabah. Masyarakat lebih mengenal Desa Kasongan sebagai sentra gerabah terbesar di Yogyakarta. Kecamatan yang terletak sekitar sepuluh kilometer dari pusat kota Yogyakarta ini memiliki tiga desa yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pengrajin gerabah. Salah satunya Desa Watu. Memasuki desa ini kita dapat menemui rumah-rumah sederhana yang halaman rumahnya terdapat banyak tanah liat yang belum diolah. Tanah liat itu diolah menjadi gerabah berbentuk souvenir, pot kecil juga mainan anak-anak. Berbeda dengan Desa Kasongan yang dapat dengan mudah kita temui toko yang menjual gerabah, Desa Watu ini cenderung hanya memproduksi gerabah. Sebelum memasuki desa kita dapat menjumpai ruko yang menjual hasil karya warga sekitar, sayangnya ruko itu tidak buka dan dikelola dengan baik.

“Jarang buka mbak, nggak ada yang ngurus. Pekerjaan pesanan di rumah banyak, mending mengerjakan itu,” ungkap Pak Parjiyo.

Baca Juga: Lakukan Ini Agar Tubuh Tetap Hangat di Udara Dingin

Gerabah yang dibuat masyarakat Desa Watu ini kebanyakan adalah berupa souvenir pernikahan yang telah dipesan dua sampai tiga bulan sebelum pernikahan. Istri Pak Parjiyo dengan lincah membentuk segenggam tanah liat menjadi cangkir. Sedangkan Pak Parjiyo sendiri dengan telaten menambahkan gagang dan pernak-pernik yang juga dari tanah liat. Membuat gerabah tidak semudah dan secepat yang dilihat, dibutuhkan juga kesabaran. Menurut Istri Pak Parjiyo jika tidak sabar, bentuk gerabah yang diinginkan tidak dapat terbentuk sempurna. Selain itu jika cuaca sedang tidak cerah, harus sabar menunggu sampai cuaca panas agar tanah liat itu kering sebelum nantinya dibakar.

Rupanya menjadi pengrajin gerabah bukan hanya untuk mencukupi hidup. Pak Parjiyo sendiri merasa senang jika hasil karya tangannya yang sederhana itu digunakan dan diminati oleh orang banyak. Pak Parjiyo mengatakan hal itu karena sampai saat ini pesanan souvenir masih ada meskipun tak sebanyak dulu. Tanpa disadari sejak dulu Pak Parjiyo telah menjatuhkan hatinya pada kerajian gerabah ini. Ketertarikannya, membuatnya berguru pada kakaknya sebelum akhirnya membangun usaha gerabah ini. Karena minat ini jugalah yang membuat Pak Parjiyo bertahan hingga hari ini meskipun gempa bumi Yogyakarta tahun 2006 menghancurkan rumah berserta usahanya.

Harapan terucap dari bibir Pak Parjiyo siang itu, usaha gerabah ini tak ia dapatkan secara turun menurun dari kakeknya juga tak akan dengan mudah ia turunkan kepada anaknya. Sekali lagi ditegaskan oleh Pak Parjiyo bahwa dibutuhkan minat dan niat yang kuat untuk menjalani usaha ini. Anak bungsu Pak Parjiyo memang telah mencoba belajar membuat dan memasarkan gerabah ini melalui media sosial. Namun apakah usaha ini akan tetap dilanjutkan semua keputusan telah beliau serahkan pada anaknya kelak.

Baca Juga: Gaji ke-13 Cair Bulan Ini, Berapa Besaran Gaji PNS ?

Saat ini Pak Parjiyo berharap agar usaha ini tetap dapat dilajutkan, pesanan gerabah semakin meningkat karena bagaimanapun juga menjadi pengrajin gerabah adalah profesinya. Ia percaya bahwa kerajinan gerabah mampu diteruskan oleh anak muda, meskipun mereka tak memproduksinya. Anak muda memiliki peran besar dalam memasarkan kerajinan gerbah ini terutama melalui media sosial. Sedangkan istri Pak Parjiyo memiliki harapan agar harga bahan baku tanah liat tidak terus meningkat. Jika memang harga bahan baku harus meningkat, ia berharap harga jual kerajinan gerabah juga dapat meningkat.

Dari daerah sejauh sepuluh kilometer dari pusat kota Yogyakarta terselip harapan besar bagi eksistensi gerabah. Masyarakat perlu menilik dari mana suatu karya berasal. Seberapa besar arti karya tersebut bagi orang yang telah membuatnya. Akhirnya semoga senoktah asa gerabah pundong ini mampu dilihat oleh lebih banyak orang.***

Editor: Sani Charonni

Sumber: Berita DIY


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x